Menuju Jurang Perang Dunia? | Paradigma Bintang

Menuju Jurang Perang Dunia?

Ketegangan di Timur Tengah kembali meningkat secara dramatis. Seiring serangan udara intensif Israel ke berbagai instalasi militer Iran di Suriah, Irak, hingga ke dalam wilayah Iran sendiri, dunia internasional mulai menahan napas. Namun, sebuah pertanyaan menggantung di langit global: bagaimana jika Israel sampai melakukan serangan paling ekstrem—yakni membunuh Ayatollah Ali Khamenei, pemimpin tertinggi Iran?

Skema ini, yang terdengar seperti naskah film perang distopia, tak lagi terasa mustahil di tengah siklus kekerasan yang terus meningkat. Dunia patut mengantisipasi bahwa pembunuhan terhadap Khamenei bisa menjadi pemantik konflik terbesar sejak Perang Dunia II usai.

Menuju Jurang Perang Dunia?
Sumber: Reuters.com

Serangan yang Mengubah Segalanya

Dalam struktur politik Iran, Ayatollah Ali Khamenei bukan hanya simbol agama, tetapi juga otoritas tertinggi negara. Membunuhnya berarti memenggal kepala ideologis dan politik republik Islam itu. Jika ini terjadi, maka dapat dipastikan Iran akan menyatakan perang total terhadap Israel dan siapa pun yang dianggap terlibat dalam aksi tersebut.

Balasan tidak akan datang dalam bentuk satu-dua rudal. Iran, yang selama ini menjalankan strategi "perang bayangan", akan mengerahkan seluruh kekuatan langsung maupun tidak langsung. Hizbullah di Lebanon, milisi Houthi di Yaman, hingga kelompok milisi Syiah di Irak dan Suriah, akan serentak bergerak. Rudal akan meluncur ke Tel Aviv, Haifa, dan mungkin lebih jauh. Kawasan Timur Tengah akan terbakar.

Timur Tengah Sebagai Ladang Perang

Eskalasi tidak akan berhenti pada Iran dan Israel semata. Amerika Serikat, sebagai sekutu utama Israel, kemungkinan besar akan terseret. Kecuali Washington memilih strategi menahan diri (highly unlikely), keterlibatan militer AS akan memicu efek domino. Kepentingan-kepentingan AS di Irak, Arab Saudi, dan kawasan Teluk akan menjadi target. Pangkalan militer akan dibombardir, jalur minyak disabotase, dan harga energi dunia akan melonjak drastis.

Situasi ini akan mendorong sekutu-sekutu Iran untuk mengambil posisi. Rusia, yang telah menjalin kerja sama pertahanan dengan Teheran, bisa memberikan dukungan militer terbatas. China mungkin tidak terjun ke medan tempur, tetapi akan memainkan kartu geopolitik di arena global, khususnya di Laut China Selatan dan Taiwan. Sementara Eropa akan terjebak antara tuntutan solidaritas NATO dan tekanan ekonomi akibat ketidakstabilan global.

Ancaman Dunia Multipolar

Dunia saat ini tidak berada dalam struktur bipolar seperti era Perang Dingin. Ia telah menjadi multipolar, dengan banyak negara besar memiliki kepentingan dan pengaruh silang di berbagai kawasan. Dalam konteks seperti ini, konflik regional memiliki potensi jauh lebih besar untuk melebar menjadi perang global.

Jika Rusia melihat momentum ini untuk menekan Ukraina lebih jauh, dan jika China memanfaatkannya untuk mempercepat agenda reunifikasi Taiwan, maka Amerika Serikat akan menghadapi dilema strategis besar: membagi perhatian dan sumber daya di tiga front sekaligus—Timur Tengah, Eropa Timur, dan Asia Pasifik.

Dalam kondisi seperti itu, benturan antara kekuatan besar menjadi lebih mungkin. Dan ketika negara-negara besar mulai berseteru secara langsung, itulah definisi dari Perang Dunia.

Diplomasi yang Dihilangkan

Apa yang paling menyedihkan dari skenario ini adalah absennya ruang diplomasi. Selama satu dekade terakhir, retorika kekerasan terus mendominasi diskursus politik di kawasan. Kesepakatan nuklir Iran 2015 yang pernah menjadi harapan perdamaian ditinggalkan begitu saja. Bahkan, jalur komunikasi informal antara Tehran dan Washington nyaris lenyap.

Israel sendiri, di bawah pemerintahan sayap kanan yang semakin keras, menunjukkan ketidakpedulian pada solusi jangka panjang. Pendekatan yang lebih menekankan pembinasaan musuh daripada perundingan perdamaian telah menciptakan jurang kebencian yang dalam.

Sementara itu, dunia Islam terbelah, negara-negara Arab sibuk menjaga stabilitas domestik dan ekonomi pasca-Abraham Accords, dan kekuatan-kekuatan global hanya bicara perdamaian di podium PBB, tetapi menyiapkan peluru di belakang layar.

Menahan Diri atau Menghancurkan Diri

Dalam konflik dengan potensi kehancuran sebesar ini, pilihan terbaik adalah menahan diri. Dunia tidak butuh pahlawan yang membunuh musuh, tapi negarawan yang bisa menahan pelatuk. Sejarah telah memberi pelajaran: satu pembunuhan politik bisa mengubah segalanya. Lihat bagaimana pembunuhan Archduke Franz Ferdinand memicu Perang Dunia I.

Ayatollah Khamenei mungkin adalah lawan ideologis utama Israel dan Barat. Namun, membunuhnya bukanlah kemenangan strategis. Itu adalah awal dari mimpi buruk global.

Sudah waktunya kekuatan internasional, termasuk Indonesia sebagai negara non-blok yang berpengalaman dalam diplomasi perdamaian, mendorong inisiatif damai konkret. Dunia tidak bisa lagi menunggu sampai perang pecah, lalu baru bertindak. Saatnya mencegah, bukan menyembuhkan.

0 Response to "Menuju Jurang Perang Dunia?"

Post a Comment