Menjelang sebulan setengah lagi Komisi
Pemilihan Umum (KPU) membuka pendaftaran bakal calon presiden-calon wakil presiden
yang akan bertarung dalam Pilpres 2024, panggung politik nasional menunjukkan drama
panas penuh intrik. Tidak ada angin, tidak ada badai, bakal calon presiden dari
Koalisi Perubahan untuk Persatuan Anies Baswedan tiba-tiba memutuskan mengikuti
perintah Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh dengan memilih Ketua Umum Partai
Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar (Cak Imin) sebagai bakal calon wakil
presiden yang akan digandeng dalam kontestasi Pilpres 2024. Padahal, sebelumnya
Anies sudah meminta kesediaan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) untuk menjadi bacawapres
pendampingnya. Bahkan, Anies pernah menuliskan surat khusus kepada AHY agar
berkenan mendampinginya sebelum putar haluan bersekutu dengan Muhaimin.
![]() |
Sumber gambar: kompas.com |
Tak ayal, sikap politik Anies dan
Surya Paloh ini mengundang reaksi keras dari pihak Partai Demokrat yang merasa dikhianati dan
dibohongi. Beberapa respon penuh kekecewaan dan amarah ditunjukkan kader-kader
Partai Demokrat di daerah dengan menurunkan spanduk, banner, baliho berisikan
gambar Anies Baswedan. Puncaknya, Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat, Susilo
Bambang Yudhoyono (SBY) menyampaikan sikap dan respon resmi partai. Bertempat di
kediaman pribadi yang berada di Puri Cikeas Bogor, pada 1 September 2023, SBY selaku
ayah dari Ketua Umum AHY secara blak-blakan mengungkapkan isi hati dan perasaan
yang sangat mendalam. SBY merasa sangat kecewa dengan sikap sepihak Anies dan
Surya Paloh, SBY merasa ditikung dan dikhianati keduanya.
Dalam kesempatan tersebut, SBY secara
terbuka menyatakan bahwa dirinya tidak menyangka prasangka baiknya tehadap
Anies dibalas dengan pengkhianatan. SBY mengingat betul bagaimana dirinya
beberapa kali bertemu dan berkomunikasi dengan Anies, bahkan pada 25 Agustus
2023 lalu, Anies sempat bertemu SBY di Cikeas. Menurut SBY, yang disampaikan Anies
saat bertemu dengannya isinya baik-baik, indah, menjanjikan, penuh harapan. Namun,
hanya selang beberapa hari setelah pertemuan keduanya, segalanya berubah total,
Anies berbelok arah menggandeng Muhaimin bukan AHY tanpa ada komunikasi dan penjelasan
langsung kepada SBY yang sebelumnya ditemui Anies.
Lebih lanjut, SBY sangat
menyesalkan sikap politik Anies yang dianggap telah mengingkari tata krama,
kesepakatan, dan komitmen bersama yang telah sama-sama ditandatangani oleh
masing-masing mitra koalisi pada 14 Februari 2023. Bahwa segala sesuatunya
menyangkut kerja sama politik diputuskan secara transparan, terbuka, tidak
secara sepihak, melainkan melalui musyawarah mufakat. SBY menggambarkan rasa
kecewanya terhadap Anies dan Surya Paloh sebagai musang berbulu domba yang
berarti demi memuaskan ambisi politik pribadi dan kelompok, apa pun diilakukan
meski dengan menyakitkan pihak-pihak lain. Meski demikian, SBY mensyukuri
pengkhianatan politik yang dialami Partai Demokrat. Menurutnya, Tuhan menyelamatkan
Partai Demokrat dari mendukung sosok yang tidak komitmen dan tidak amanah.
Puncaknya, Partai Demokrat melalui Sekretaris Ketua Majelis Tinggi Partai
Demokrat resmi mencabut dukungan kepada Anies Baswedan dan menyatakan keluar
dari koalisi bersama Partai Nasdem dan PKS.
Serupa dengan Partai Demokrat
yang memutuskan keluar dari koaliasi beranggotakan PKS dan Partai Nasdem, PKB pada
akhirnya juga otomatis keluar dari Koalisi Indonesia Maju berisikan Partai
Gerindra, PAN, Golkar, Gelora, dan PBB sebagaimana Ketua Harian Partai Gerindra
Sufmi Dasco telah menyampaikan selamat berjuang kepada Cak Imin yang telah memilih
menerima tawaran kerja sama politik dari Partai Nasdem untuk berpasangan dengan
Anies Baswedan dalam kontestasi Pilpres 2024. Keduanya (Anies-Muhaimin) lalu
dideklarasikan sebagai pasangan bakal calon presiden-wakil presiden pada 2
September 2023 oleh dua partai politik pengusung (Partai Nasdem, PKB) tanpa
kehadiran PKS di Hotel Majapahit/Yamato Surabaya.
Terlepas ada yang merasa kecewa
dan sakit hati, gerak taktis Partai Nasdem yang lebih memilih bermitra dengan
PKB dengan mendaulat Cak Imin sebagai pendamping Anies ini dapat dipahami
sebagai upaya Surya Paloh menutupi kelemahan Anies Baswedan di basis pemilih NU
yang mayoritasnya berada di Jawa Timur dan Jawa Tengah. Harus diakui suara
Anies di Jawa Tiimur dan Jawa Tengah tertinggal jauh dari Ganjar dan Prabowo.
Surya Paloh ingin menutupi kelemahan Anies tersebut dengan menjadikan Ketum PKB
Cak Imin sebagai bacawapres Anies.
Inilah pemandangan politik
nasional terkini, lawan bisa menjadi kawan, kawan bisa menjadi lawan. Benar-benar
tidak ada yang abadi dalam politik praktis, yang abadi hanyalah kepentingan dan
kepentingan. Fenomena politik seperti ini menarik untuk ditelaah dan diambil
poin pembelajarannya, bahwa politik itu sangat dinamis, sangat cair, politik akan
membutakan siapa pun untuk berbuat apa pun demi agar tujuan tercapai. Penulis sangat
memahami suasana kebatinan Muhaimin Iskandar yang sudah sejak lama menginginkan
untuk berpartisipasi dalam kontestasi Pilpres. Sudah setahun lebih Cak Imin menjalin
kerja sama politik dengan Partai Gerindra untuk mendukung Prabowo Subianto sebagai
capres dan berharap dipinang menjadi cawapres Prabowo. Namun, hasilnya nihil,
kepastian tidak kunjung diraih Cak Imin apalagi ketika PBB, Gelora, Golkar, dan
PAN belakangan ikut bergabung dalam barisan koalisi untuk mendukung Prabowo
Subianto. Tentu akan semakin mengecilkan peluang Cak Imin untuk ikut berlaga di
Pilpres 2024.
Kondisi ini tak pelak semakin menghambat
mimpi besar Cak Imin yang berkeinginan maju sebagai bacawapres. Dalam kondisi yang
sedemikian tidak menentu itu, rupanya ada tawaran yang lebih menarik dan lebih
pasti dari Partai Nasdem. Cak Imin lalu memutuskan untuk menerima ajakan kerja
sama dari Partai Nasdem untuk menjadi cawapres Anies Baswedan. Selamat buat Cak Imin karena mimpi Cak Imin
menjadi bacawpres kini telah terwujud. Tidak ada yang salah dari dinamika politik
seperti ini karena politik memang tentang bagaimana agar kepentingan terwujud,
terlepas apakah setelahnya ada hati yang terluka atau tidak.
Dengan telah keluarnya Partai Demokrat dan PKB dari masing-masing induk koalisi mereka, kini peta politik nasional menuju Pilpres 2024 berubah drastis. Nasdem yang sebelumnya bersebrangan dengan PKB kini berada dalam satu koalisi untuk mengusung pasangan Anies-Muhaimin. Lalu bagaimana dengan arah baru Partai Demokrat? Kemungkinan pilihannya ada tiga, yaitu Partai Demokrat dapat menindaklanjuti ajakan Ketua Bappilu PPP Sandiaga Uno untuk membentuk poros koalisi baru antara PPP, PKS, dan Partai Demokrat dengan mengusung duet Sandiaga-AHY. Tidak ada yang tidak mungkin dalam politik, siapa tahu PKS berubah pikiran ikut berpaling dari Anies bersama Partai Demokrat karena saat acara deklarasi pasangan Anies-Muhaimin yang berlangsung di Surabaya tidak ada satu pun perwakilan PKS yang hadir. Sebuah tanda tanya besar, apakah PKS masih mendukung Anies atau tidak? Selain itu, Partai Demokrat dapat bergabung dengan poros koalisi pendukung bacapres Ganjar Pranowo berisikan partai politik seperti PDI-P, PPP, Perindo, Hanura. Pilihan terakhirnya, Partai Demokrat dapat bergabung dengan poros koalisi pendukung bacapres Prabowo Subianto berisikan partai-partai politik seperti Gerindra, Golkar, PAN, PBB, dan Gelora. Saatnya bagi Partai Demokrat move on, menentukan pilihan politik barunya. Pilihannya mau merapat ke kubu Ganjar Pranowo atau kubu Prabowo Subianto atau membentuk poros koalisi baru? Silakan diputuskan!
0 Response to "Balada Politik Musang Berbulu Domba dan Arah Baru Koalisi Pilpres 2024"
Post a Comment