Legenda dan Sejarah Desa Tanjungkarya | Paradigma Bintang

Legenda dan Sejarah Desa Tanjungkarya

Alkisah, konon terdengar cerita daerah pedesaan yang sejuk, tentram, damai dan subur. Tumbuhan yang menghijau di atas tanah pegunungan ditumbuhi pohon dan semak yang masih lebat serta dilengkapi dengan cucuran air yang mengalir dari sumber mata air pegunungan yang jernih sehingga air sangat melimpah, pemandangan pun terlihat sangat indah. Di desa tersebut hiduplah sekelompok masyarakat yang rukun, damai dan senang berkarya. Desa “Tanjungkarya” orang menyebutnya, 5 Km kearah  Barat Daya  dari ibu kota Kecamatan Samarang. Desa Tanjungkarya adalah desa yang dimekarkan dari desa induk yaitu Desa Samarang yang terjadi pada tahun 1978. Desa Samarang dimekarkan menjadi dua desa yaitu Desa Samarang (desa pokok) dan Desa Tanjungkarya (desa pemekaran) dan sampai saat ini letaknya berada di sebelah Barat Daya  dari Desa Samarang.

Sejarah Desa Tanjungkarya

Warga Desa Tanjungkarya terkenal dengan warga yang religius. Konon diceritakan, sebelum menjadi Desa Tanjungkarya terdapat sebuah pondok pesantren yang terkenal pada tahun 1462 M dengan nama Pondok Pesantren Tanjungsinguru, dan di wilayah tersebut terdapat obyek wisata ziarah makam karomah yang sampai saat ini banyak dikunjungi peziarah baik dari dalam Provinsi Jawa Barat maupun dari luar Provinsi Jawa Barat. Adapun  yang disemayamkan di makam karomah tersebut adalah para Auliya Allah, yakni : SYEKH FATAH ROHMATULLAH, SYEKH NUR FAQIH, SYEKH NUR WAJAH, SYEKH ABDUL KHOLID, SYEKH ABDUL KARIM, EYANG NURQILLAH, EYANG ANGGA SINGA, DAN EYANG JAYA SANTI . 

SYEKH FATAH ROHMATULLAH, SYEKH NUR FAQIH, dan SYEKH NUR WAJAH adalah tiga  tokoh ulama besar yang berasal dari Tanjungkarya dan berhasil menyebarkan agama Islam di tanah sunda. Kearifan, kesalehan dan ketawaduannya menjadi senjata yang ampuh dalam meluluhkan hati masyarakat untuk mengamalkan ajaran agama Islam. Sampai sekarang banyak sekali keturunan-keturunan dan murid-murid beliau yang menjadi ulama besar penyebar agama Islam.


Tokoh lain asal Tanjungkarya yang terkenal kesaktiannya adalah EYANG ANGGA SINGA. Konon diriwayatkan, di Keresidenan Bandung akan diadakan hajat besar dan rongkah. Eyang Angga Singa diperintahkan untuk mencari kayu bakar dan beliau pun mencabut pohon beringin yang sangat besar. Pohon tersebut dipikul oleh pundaknya sendiri dibawa ke keresidenan, masyarakat yang melihat pun merasa kaget dan terperangah. Terkumpullah banyak kayu bakar tersebut. Namun, karena banyaknya tamu yang hadir pada pesta tersebut, kayu bakar itu tidak mencukupi untuk memasak di keresidenan tersebut. Akhirnya Eyang Angga memasukkan kaki ke dalam tungku untuk dijadikan kayu bakar, sampai aktivitas memasak di keresidenan pun selesai. 

Keanehan pun terjadi, kaki Eyang Angga Singa yang dipakai kayu bakar tersebut masih dalam keadaan utuh dan tidak cacat sedikit pun apalagi sampai terbakar. Diceritakan juga oleh sebagian tokoh masyarakat, bahwa Eyang Angga Singa pernah mengadu kesaktian dengan uling (lindung yang berkuping besar/raksasa) dan ditaklukkanlah uling raksasa tersebut oleh beliau sehingga beliau juga dikenal dengan sebutan MBAH ULING. Dan masih banyak lagi kisah-kisah tentang kesaktian Eyang Angga Singa sehingga beliau terkenal dengan sebutan   MBAH GAGAH.

Selain Mbah Gagah, tokoh lain yang tinggal di Tanjungkarya juga adalah EYANG JAYA SANTI, beliau adalah seorang wanita yang sakti dan cantik jelita dan berambut sangat panjang. Bahkan konon katanya jika selesai mandi keramas, rambutnya pun harus dijemur di atas jemuran dari beberapa bambu (Gantar). 


Alkisah, suatu ketika Eyang Jaya Santi sedang menjemurkan rambutnya setelah mandi keramas, tiba-tiba ada sekelompok pemburu rusa yang berasal dari Kampung Ciparay Baduy (yang sekarang berubah nama menjadi Ciparay Peuntas), hewan buruannya melintas ke tempat penjemuran rambut Eyang Jaya Santi, sehinga rambut Eyang Jaya Santi terlilit tanduk rusa sampai terputus. Keadaan tersebut membuat Eyang Jaya santi menjadi geram dan keluarlah kutukan bahwa: “…Turunan kawula anu aya di Tanjungsinguru teu menang kawin atawa ngumbara ka urang kampung Ciparay Baduy, jeung sakabeh awewena teu menang aya anu buukna panjang siga kawula…”. (Dalam Bahasa Indonesia: …..keturunan saya yang ada di Kampung Tanjungsinguru tidak boleh ada yang menikah dan mengembara ke Kampung Ciparay Baduy dan perempuan keturunannya tidak boleh ada yang berambut panjang…). Kutukan Eyang Jaya Santi tersebut sampai sekarang masih terasa oleh masyarakat asli Tanjungsinguru. Itulah sebagian kisah Eyang Jaya Santi dan masih banyak lagi kisah-kisah lainnya. Dan dikarenakan kecantikannya terkenallah Eyang Jaya Santi dengan sebutan MBAH GEULIS.

Selain tokoh-tokoh di atas terdengar juga pejuang Islam yang berasal dari Tanjungkarya, beliau adalah SYEKH ABDUL KHOLID dan SYEKH ABDUL KARIM. Menurut cerita para ulama setempat, Syekh Abdul Kholid adalah  Waliyullah keturunan dari Sunan Gunung Djati Cirebon. Kelebihan beliau yang terkenal adalah memiliki suara yang merdu dan indah, maka beliau lebih dikenal dengan sebutan MBAH QURO. Demikianlah sebagian kisah para pejuang Islam dan tokoh yang berasal dari Tanjungkarya yang sampai saat ini makamnya banyak dikunjungi oleh para peziarah dari mana-mana.
 
Dahulu kala, di pemakaman karomah Tanjungsinguru tumbuh pohon bunga yang cukup besar dan baunya harum semerbak menyebar ke seluruh isi makam karomah tersebut, bahkan sampai sekarang pohonnya pun masih berdiri kokoh di tempat pemakaman tersebut. Pohon bunga tersebut diberi nama “Kembang Tanjung”. Nama pohon tersebut dijadikan nama kampung oleh para tokoh setempat, yaitu kampung “Tanjung”, yang sekarang menjadi pusat Pemerintahan Desa. Bahkan, berdasarkan hasil kesepakatan musyawarah para ulama, tokoh masyarakat dan tokoh pemuda pada waktu itu nama pohon kembang Tanjung tersebut dijadikan nama desa, yaitu Desa “TANJUNG”.  Harapan yang besar agar masyarakatnya giat bekerja dan berkarya, maka dijadikanlah nama desa menjadi “DESA TANJUNGKARYA”.

Desa Tanjungkarya, lama kelamaan menjadi berkembang seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dan banyaknya hasil karya dari desa tersebut. Di antara hasil karya Desa Tanjungkarya adalah bidang pertanian, seperti  sayuran dan padi. Di Tanjungkarya juga tumbuh sejenis tumbuhan yang bernama Akar Wangi. Tumbuhan tersebut diolah/disuling menjadi minyak Atsiri yang sampai sekarang pemasarannya di ekspor ke luar negeri sebagai bahan kosmetik dan obat obatan. Selain itu, seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dari  akar wangi tersebut dapat dibuat handy craft seperti aneka macam tas, sajadah, peci, taplak meja, lukisan dan lain lain. Keunikan dan kelebihan dari kerajinan Akar wangi ini selain kualitasnya sangat baik juga mengeluarkan aroma yang sangat harum. 

Selain bidang pertanian, di Tanjungkarya juga terdapat banyak home industry yang sangat popular, seperti kompor, gantungan/jemuran pakaian, aneka macam tas wanita, jaket, lemari dan masih banyak lagi hasil karya warga Tanjungkarya yang dijadikan sebagai salah satu mata pencaharian warga Desa Tanjungkarya.

Selain itu, di Tanjungkarya juga terdapat banyak hasil peternakan dan perikanan seperti ternak Domba Garut, ternak sapi, bebek, ayam buras dan ayam kampung serta budi daya ikan. Desa Tanjungkarya juga kaya akan sumber mata air, seperti mata air Cilembang, mata air Cirantun, mata air Ranca Peusing, mata air Cisaat dan mata air lainnya. Selain dipakai untuk kebutuhan warga masyarakat Desa Tanjungkarya, mata air dari Desa Tanjungkarya juga salurkan ke desa dan kecamatan lain yang masih kekurangan air, baik untuk air bersih maupun untuk mengairi lahan pertanian. 

Demikianlah selayang pandang dan cerita ringkas tentang Desa Tanjungkarya, desa yang siap untuk menyongsong masa depan dengan tetap giat berusaha dan berkarya.

0 Response to "Legenda dan Sejarah Desa Tanjungkarya"

Post a Comment