Menjaga Anak Tidak Menjadi Penjahat Seksual | Paradigma Bintang

Menjaga Anak Tidak Menjadi Penjahat Seksual

Indonesia dewasa ini sedang dihadapkan dengan masalah kejahatan seksual anak tingkat akut. Menariknya, pelakunya juga dari kalangan anak Terkuaknya kasus kejahatan seksual di Bengkulu, Surabaya, Manado, dan di beberapa tempat lain membuktikan bahwa memang benar Indonesia dalam darurat moral. Anak yang pada masa mendatang akan mennggantikan generasi lama kini sudah banyak yang rusak akhlaknya, rusak mentalnya. Kejahatan seksual yang dulu bisa dibilang tabu dilakukan anak, saat ini seakan biasa dan lumrah, krisis moral benar-benar menjadi pekerjaan rumah besar bagi Indonesia, baik bagi pemerintah, orangtua, tokoh masyarakat, lembaga swadaya masrakat, semuanya harus berpikir bagaimana caranya anak-anak Indonesia selamat dan tidak terjerumus ke dalam lembah kejahatan seksual.

Menjaga Anak Tidak Menjadi Penjahat SeksualSemenjak seruan "revolusi mental" digaungkan pemerintah dan menjadi gerakan nasional, masalah moral terus mencuat ke permukaan, lantas apa yang sesungguhnya terjadi? Menurut hemat penulis, slogan dan seruan  revolusi mental sudah tepat, hanya saja pelaksanaannya masih setengah hati, ibarat menyembuhkan penyakit, revolusi mental adalah resep yang harus dilaksanakan para orangtua, pendidik, pemangku kepentingan moral dan seluruh elemen bangsa agar penyakit moral Indonesia sembuh dan sehat. Berbicara kejahatan seksual anak, pihak pertama yang mesti bertanggung jawab jika ada anak yang menjadi pelakunya adalah tentu orangtua. Mengapa orangtua? Karena orangtua adalah pencipta, pemilik, dan penanggung jawab terhadap anak yang mereka buat. Masalahnya sekarang adalah sudahkah orang tua memainkan peranannya sebagai pendidik yang baik baik anak-anaknya?

Kalau mengamati kasus kejahatan seksual anak yang terjadi, penulis berani bilang, peranan orangtua pelaku 'jauh panggang dari api'. Tidak mungkin seorang anak berbuat sedemikian bejatnya, "memperkosa dan membunuh" kalau di rumah orangtuanya menanamkan nilai-nilai akhlak, mendidiknya dengan tindakan dan teladan positif, dan mendampinginya dengan baik. Selain karena tidak dididik dengan benar dengan misalnya memberikan pemahaman kepada anak bahwa berzina dan membunuh adalah dosa besar yang sangat dibenci agama, bisa jadi, para penjahat seksual anak kepincut melakukan perbuatan asusila karena penasaran dengan adegan orangtua mereka di rumah. 

Nah, di sinilah banyak orangtua yang kecolongan, tidak banyak yang menyadari, bahwa pengetahuan seks pertama kali anak dapatkan ya dari orangtua mereka sendiri. Karena itu, ajaran agama agar anak usia dua tahun ke atas harus disapih dan dipisahkan tempat tidurnya menjadi relevan. Banyaknya anak yang dewasa sebelum waktunya selain karena dipengaruhi oleh semakin canggihnya arus teknologi dan informasi, faktor internal keluarga juga sangat mempengaruhi. Karena itu, tidak memberikan celah bagi anak melihat bagian intim orangtua, tidak membiarkan anak melihat adegan ranjang mereka, dan memisahkan kamar dan tempat tidur adalah kenisacayaan dalam penguatan pendidikan keluarga agar anak tidak terperangkap masuk dalam lingkaran setan kejahatan seksual.    

Keluarga adalah lingkungan pertama anak lahir, tumbuh, dan berkembang. Jika dalam lingkup kecil ini orangtua berhasil memberikan teladan terbaiknya, menyemai nilai-nilai luhur, dan  menjaga anak dari pengaruh negatif lingkungan, besar kemungkinan anak selamat dari penyakit moral "Penjahat Seksual". Kuncinya tetap kembali pada keteladanan, semakin sempurna teladan yang diberikan orangtua kepada anak, maka semakin sempurna pula karakter dan mental yang dimiliki anak. Berpikir dan bertindak positif bagi anak adalah mutlak dilakukan orangtua dalam upaya menyelamatkan mereka dari ancaman dan krisis moral. Dengan begini, masa depan anak-anak Indonesia bisa terus terkawal, kalau bukan orangtua siapa lagi yang akan peduli pada anak? Saatnya lakukan aksi untuk anak Indonesia yang lebih baik!

0 Response to "Menjaga Anak Tidak Menjadi Penjahat Seksual"

Post a Comment