Menguak Perselingkuhan Malaysia | Paradigma Bintang

Menguak Perselingkuhan Malaysia

Tidak banyak yang menyadari bahwa di balik fakta Malaysia sebagai salah satu negara pendiri ASEAN, Malaysia ternyata negara yang menduakan ASEAN. Hal ini terjadi karena perselingkuhan yang terus menerus dilakukan Malaysia di tengah semakin seriusnya ASEAN membangun pilot project bernama ASEAN Community yang diproyeksikan mulai berjalan tahun 2015. Dengan siapakah Malaysia berselingkuh?
FPDA Selingkuhan Malaysia

Perselingkuhan Malaysia sejatinya sudah berlangsung semenjak periode awal pembentukan ASEAN. Pasca pembentukan ASEAN tahun 1967, empat tahun kemudian (1971) negara-negara ASEAN yang terdiri dari Indonesia, Malaysia, Thailand, Philipina dan Singapura sepakat untuk mewujudkan zona ASEAN yang netral, bebas, dan damai (zone of peace, freedom and neutrality). Hal ini sebagai upaya ASEAN dalam menyeimbangkan bipolarisasi dunia yang ketika itu sedang dilanda perang dingin antara blok barat dan blok timur. Namun siapa sangka, pada tahun yang sama Malaysia justru khianat atas kesepakatan bersama tersebut. Malaysia bersama Inggris, Australia, Selandia Baru, dan Singapura membentuk aliansi pertahanan bersama yang diberi nama Five Power Defence Arrangement (FPDA). 
Dalam realitasnya, FPDA terbentuk karena alasan kekhawatiran Inggris (eks penjajah Malaysia) terhadap situasi dan kondisi Asia Tenggara yang ketika itu sukar diprediksikan akan seperti apa dinamikanya. Meminjam bahasa Amitav Acharya dalam bukunya Constructing a security Community in South East Asia: ASEAN and the Problem of Regional Order (2001: 5) Asia Tenggara pada masa-masa berkecamuknya perang ideologi tersebut diistilahkan sebagai Region of Revolt dan the Balkan of East. Preseden konfrontasi dan agresivitas Indonesia di kawasan serta agresivitas rezim komunis di Vietnam adalah salah satu pertimbangan aliansi ini dibentuk. Tujuannya sebagai perimbangan (balancing) atas segala kekhawatiran di atas, sehingga dengan alasan seperti inilah Malaysia rela mencampakkan ASEAN dan menjilat ludah sendiri. Dalam perkembangannya, FPDA menjelma sebagai aliansi konsultatif, yaitu merujuk pada aggrement yang diratifikasi oleh lima menteri pertahanan FPDA mereka menyepakati bahwa terkait serangan dan ancaman yang dihadapi oleh anggota FPDA, negara-negara FPDA akan melakukan konsultasi bersama terkait kebijakan yang akan diambil. Adanya klausul ini jelas semakin membuat confident Malaysia karena perselingkuhan yang dilakukan tidak akan membuat counterpart-nya di ASEAN berani macam-macam. 
Tidaklah berlebihan kiranya pasca pembentukan FPDA, Malaysia berani berulah. Asumsi ini dapat dijustifikasi dengan upaya Malaysia mengakuisisi pulau potensial (Sparatly dan Paracel) di dekat laut China Selatan yang sampai saat ini masih alot diperjuangkan oleh negara-negara seperti China, Taiwan, Malaysia, Philipina, Brunei dan Vietnam. Tidak berhenti sampai di situ, Malaysia juga berupaya mengakuisisi dua pulau potensial (Sipadan Ligitan) yang pada waktu bersamaan diklaim Indonesia sebagai bagian dari NKRI. Tak pelak, rivalitas keduanya dalam memperebutkan Sipadan-Ligitan harus berakhir di pengadilan Internasional yang memutuskan Malaysia berhak memiliki dua pulau tersebut. Tidak puas dengan mengakuisisi Sipadan-Ligitan Malaysia rupanya melanjutkan klaimnya dengan mengklaim blok Ambalat di perairan laut Sulawesi sebagai bagian dari kedaulatannya. Tidak puas dengan provokasi Ambalat, Malaysia juga pernah membuat Indonesia meradang akibat pelanggaran Malaysia tehadap kedaulatan teritorial Indonesia di perairan Tanjung Berakit, pulau Bintan kepulauan Riau. 
Ulah-ulah provokatif Malaysia sebagaimana penulis paparkan di atas adalah konfirmasi riil rasa percaya diri Malaysia sebagai negara yang memiliki sandaran aliansi. Artinya, Malaysia berani berulah karena Malaysia meyakini betul logika aliansi di mana ancaman dan serangan terhadap salah satu anggota aliansi adalah ancaman dan serangan terhadap semua anggota aliansi. Inilah garansi riil yang dimiliki Malaysia sebagai buah perselingkuhannya dengan FPDA.

Strategi Penangkal
Di tengah semakin dekatnya integrasi Komunitas ASEAN Malaysia ternyata masih terus berselingkuh dengan FPDA. Hal ini, dapat dijustifikasi dengan semakin intensnya mereka melakukan penggelaran kekuatan militer bersama. Hampir tiap tahun ribuan pasukan militer FPDA melakukan latihan militer bersama yang berpusat di Semenanjung Malaysia dan Laut China Selatan (Carlyle A. Thayer, 2011). Makna tersirat dari parade militer FPDA ini dilihat dari perspektif strategis memiliki makna sebagai strategi deterrence (penangkal) Malaysia untuk menggertak siapapun yang berani macam-macam terhadap Malaysia. Sederhananya, musuh harus melihat kekuatan sekutu di belakang Malaysia. Ada kekuatan Inggris, Australia, Selandia Baru dan Singapura yang akan melapisi kekuatan Malaysia. Bisa dibayangkan apa jadinya jika militer negara-negara semacam Indonesia, Philipina, Brunei, Vietnam, China dan Thaiwan harus bertempur secara vis a vis  dengan FPDA? Kemungkinan terbesar, FPDA akan leading. Dalam dinamikanya, aliansi ini cukup efektif ini sebagai strategi penggertak Malaysia khususnya ketika Malaysia terlibat sengketa dengan negara-negara tetangganya. Dalam sengketa batas maritim dengan Indonesia dan sengketa Laut China Selatan misalnya, bisa dikatakan sampai sejauh ini tidak ada pihak yang berani mengancam dan menyerang Malaysia. Hal ini dapat dipahami sebagai manifestasi kongkret betapa pihak-pihak yang terlibat sengketa dengan Malaysia mempertimbangkan betul peta kekuatan aliansi pertahanan yang dimiliki Malaysia.      

Tulisan ini menjadi bagian dari kumpulan esai yang dimuat di buku "Paradigma Bintang"

0 Response to "Menguak Perselingkuhan Malaysia"

Post a Comment