Membendung Radikalisme | Paradigma Bintang

Membendung Radikalisme

Indonesia saat ini menghadapi masalah berat, negeri ini sedang dilanda darurat radikalisme. Akar dan benihnya tidak pernah mati, satu benih ditumpas, benih yang lain tumbuh. Persoalan radikalisme merupakan hal yang sangat menyita perhatian, waktu dan tenaga. Radikalisme adalah akar dari segala kultur kekerasan, kasus kejahatan teror dan anarkhisme yang marak terjadi di Indonesia bisa dipastikan berawal dari radikalisme yang menjangkiti pelakunya. Karena itu, membendung radikalisme perlu dilakukan sedini mungkin dan secara masif. Radikalisme berarti paham atau aliran yang menghendaki terjadinya perubahan sosial politik dengan jalan kekerasan adalah musuh bersama yang harus diperangi. 

PARADIGMA/ZAHIR ALFATIH
Dalam rangka mewujudkan penangkalan radikalisme tersebut, saya sangat mengapresiasi upaya pihak-pihak pemangku kepentingan melakukan hal-hal preventif dengan menyelenggarakan acara sosialisasi dan penyuluhan terkait pentingnya setiap anak bangsa kembali kepada ajaran agama melalui peningkatan iman dan taqwa dalam rangka membendung radikalisme. Saya sangat bahagia pernah dilibatkan dalam suatu acara untuk menyampaikan materi berkenaan dengan strategi menangkal radikalisme sebagai wujud keseriusan peningkatan kualitas iman dan taqwa. Pada kesempatan tersebut, saya menyampaikan arti dan makna dasar radikalisme, varian-variannya, pemicu terjadinya, hingga solusi efektif dalam membendung radikalisme. 

Saya sampaikan bahwa radikalisme memiliki dua varian; lunak/pasif dan agresif/aktif. Keengganan menerima kelompok lain yang berbeda adalah bagian dari radikalisme lunak yang dalam kondisi sosial tertentu bisa berubah menjadi agresif/aktif terutama sekali ketika terjadi kerawanan sosial. Kasus pembakaran rumah ibadah di Tolikara, Papua pada 17 Juli 2015 adalah contoh nyata radikalisme pasif menjadi aktif. Dalam praktiknya, radikalisme terjadi karena adanya pandangan keagamaan yang merasa paling murni dan benar sendiri, biasanya individu ataupun kelompok yang berpandangan seperti ini cendrung mengkafirkan individu atau kelompok lainnya. Selain itu, kesenjangan ekonomi, rasa ketidakadilan, kecemburuan sosial, penegakan hukum yang lemah, dan perasaan terancam dari kehadiran kelompok lain juga menjadi pemicu yang berkontribusi pada terjadinya radikalisme dan terorisme. 

Saya menutup materi dengan pencerahan solutif bahwa jalan keluar radikalisme adalah kembali kepada syariat, saya mengajak peserta untuk mengingat firman Allah bahwa Nabi Muhammad diutus ke muka bumi tidak lain untuk menjadi rahmat bagi semesta, bukan untuk menjadi musibah, laknat dan membawa kerusakan. Dalam menyikapi prinsip, keyakinan dan perbedaan yang ada, ajaran agama jelas menginginkan ummatnya untuk saling menghargai dan toleransi, bukankah Allah berfirman: untukmu agamamu dan untukku agamaku. Tidakkah kita juga mengingat hadist nabi yang memerintahkan ummatnya untuk menebarkan kedamaian dan kasih sayang. Tidak lupa juga saya sampaikan bahwa dari perspektif kebangsaan Indonesia sudah memiliki jurus ampuh memerangi radikalisme. Empat pilar kebangsaan : Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika adalah resep mujarab Indonesia sembuh dari radikalisme. Adapun dari perspektif Ormas, NU memiliki konsep Islam Nusantara dan Aswaja. Sementara Muhammadiyah memiliki konsep Islam berkemajuan dan berkeadaban. Konsepsi-konsepsi di atas sejatinya bisa menjadi solusi alternatif guna menangkal radikalisme yang semakin mewabah.

0 Response to "Membendung Radikalisme"

Post a Comment