Presiden Sukarno adalah
sebuah nama yang sangat melegenda. Presiden pertama Republik Indonesia tersebut
tidak saja dikenal sebagai seorang pemimpin. Namun, juga dikenang sebagai
pribadi yang sangat komplet. Sosoknya yang fenomenal tak ayal dikagumi banyak
kalangan baik di dalam dan di luar negeri. Tulisan ini akan mencoba mengulas
warisan sejarah Presiden Sukarno dilihat dari perspektif sejarah dan sudut
pandang penulis yang hidup di abad 21.
Bernama kecil Kusno Sosrodiharjo, beliau dilahirkan di Surabaya pada 6 Juni 1901. Tumbuh dan dibesarkan di masa-masa sulit penjajahan Belanda membuatnya selalu terbakar motivasi bahwa penjajahan adalah belenggu kejahatan yang harus ditumpas dari akar bumi Indonesia, negeri yang kelak akan beliau pimpin. Benar saja ketika beranjak dewasa dan mulai mengenal politik pergerakan, sehabis lulus dari kuliah teknik sipil di Technische Hogeschool te Bandoeng (THB) sekarang ITB tahun 1926 bukan aktivitas mencari kerja yang beliau incar, melainkan sibuk dengan aktivitas politik kemerdekaan. Partai politik bernama Partai Nasional Indonesia beliau dirikan pada tahun 1927 sebagai wadah perjuangan.
![]() |
Sumber: museumkepresidenan.id |
Jaringan sosial beliau bangun untuk merapatkan barisan perjuangan menuju
Indonesia merdeka. Idealisme merdeka beliau gelorakan baik secara tertulis,
lisan, dan tindakan dengan harapan semua anak bangsa bangun dari kondisi tertindas
akibat praktik kolonial yang sekian lama mencengkram bangsa. Sebuah pemandangan
yang tidak lazim ditemui pada anak muda yang baru lulus kuliah yang biasanya
sibuk cari kerja, sibuk mencari zona nyaman, betah menjadi pengabdi penjajah
dengan bekerja di lembaga pemerintahan kolonial. Namun, semua itu tidak berlaku
bagi seorang Ir. Sukarno.
Fakta sejarah menunjukkan
bahwa Ir. Sukarno lebih memilih menjadi seorang insinyur yang menolak
kemapanan, jauh dari kenyamanan hidup. Meski sempat merintis karir dengan
membuka biro arsitek sehabis lulus kuliah, pada umumnya beliau lebih
memilih menjadi rakyat biasa yang terus mempertahankan idealisme antikolonial.
Biro arsitek bagi beliau hanya untuk bertahan hidup, tidak lebih. Bahkan,
beliau pernah ditawari oleh profesor yang merupakan dosennya untuk bekerja di
lembaga Pekerjaan Umum (PU) milik pemerintah kolonial dengan jaminan gaji yang
fantastis. Namun, beliau menolaknya. Hal ini karena
kecenderungan beliau lebih mengarah pada dunia politik pergerakan sehingga
karir arsitek beliau nomorduakan alias tidak menjadi yang utama. Maka hidup
dengan seadanya, keluar masuk penjara, dibuang ke wilayah terpencil akibat
aktivitas politik pergerakan menentang praktik penjajahan Belanda adalah
pilihan hidup yang beliau nikmati selama masa-masa muda merintis karir politik.
Semua beliau jalani dengan
tabah dan sabar hingga momentum yang tepat pun datang juga. Belanda takluk
serta menyerah pada Jepang pada 8 Maret 1942 dan beliau banyak
mendapatkan panggung politik dari Jepang untuk terlibat dalam aktivitas
kerakyatan seperti menjadi bagian dari Pusat Tenaga Rakyat (Putera), anggota
BPUPKI, ketua PPKI, hingga dipercaya para pejuang kemerdekaan merumuskan teks
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia bersama Ahmad Subarjo dan Mohammad Hatta. Saat
menjadi anggota BPUPKI, beliau sukses menggagas lima dasar negara yang diberi
nama Pancasila dan beliau perkenalkan dalam Sidang Pertama BPUPKI melalui
Pidato 1 Juni 1945. Pancasila kemudian diterima sebagai ideologi
bangsa dan negara yang hingga kini masih eksis. Inilah warisan mahapenting Ir.
Sukarno yang tidak akan pernah lekang oleh waktu, serta tidak akan pernah lapuk
dimakan zaman. Pancasila akan selalu abadi dan dipakai sepanjang negara bernama
Republik Indonesia berdiri tegak. Puncaknya, beliau juga didaulat untuk
membacakan teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945. Dan tepat pada 18 Agustus
1945, Ir. Sukarno benar-benar mendapatkan buah perjuangan politik yang selama
belasan tahun beliau kobarkan. Di hari bersejarah tersebut, beliau ditetapkan
oleh PPKI sebagai Presiden Indonesia dengan Mohammad Hatta sebagai Wakil
Presiden.
Setelah resmi menjadi
presiden Indonesia, babak baru kehidupan Ir. Sukarno benar-benar dimulai. Dan sebagai
seorang pemimpin Indonesia yang menjabat selama dua dekade lebih terhitung dari
17 Agustus 1945 hingga keluarnya Surat Perintah 11 Maret 1966 (Supersemar)
banyak warisan penting yang telah beliau tinggalkan dan menarik untuk ditelaah
bersama. Di antaranya adalah sebagai berikut.
Konferensi Asia Afrika
(KAA) yang sukses digelar di Bandung pada 18-24 April 1955 adalah warisan besar
Presiden Sukarno, tidak saja bagi Indonesia, namun, juga bagi bangsa-bangsa
Asia Afrika. Sebagai informasi, jauh-jauh hari sebelum KAA sukses
diselenggarakan, Ir. Sukarno bahkan sudah memikirkan dan membayangkannya.
Persis di tahun 1928, tahun lahirnya Sumpah Pemuda yang menandai lahirnya
bangsa Indonesia, Ir. Sukarno pernah menuliskan artikel berjudul “Indonesianisme
dan Asiatisme” dan dimuat di harian Suluh Indonesia Muda. Artikel tersebut berisikan
pandangan visioner seorang aktivis pergerakan yang memimpikan Indonesia dan
negara-negara Asia lepas dari belenggu kolonialisme imperialisme dan lahir
sebagai negara merdeka.
Idelisme Bung Karno tersebut lalu menemukan momentumnya setelah 10 tahun Indonesia merdeka. Saat itu, Perdana Menteri Indonesia Ali Sastroamijoyo menggagas sebuah ide tentang perlunya konferensi yang dihadiri oleh negara-negara dari dua benua (Asia Afrika) pada saat Konferensi Kolombo dilaksanakan pada tahun 1954 di Sri Lanka. Dan pada waktu bersamaan, Indonesia menawarkan diri sebagai tuan rumah. Ide tersebut disambut positif Presiden Sukarno yang memang puluhan tahun sebelumnya sudah pernah beliau bayangkan akan terwujud. Akhirnya, ide KAA pun berhasil terselenggara dengan sukses. Pada peristiwa bersejarah tersebut, Presiden Sukarno menyampaikan idealisme intelektual berupa pidato “Let a New Asia and a New Africa be Born” yang kemudian menginspirasi bangsa-bangsa Asia Afrika menjadi bangsa yang merdeka, berani melawan segala praktik kolonialisme, imperialisme. Dalam kurun waktu 1955—1965 setelah pelaksanaan KAA, terdapat 30 negara Afrika yang menjadi merdeka. Dan yang tidak kalah penting adalah KAA kemudian melahirkan semangat baru berupa spirit nonblok. Spirit nonblok sendiri bertujuan untuk mewujudkan perdamaian dunia dengan menetralisir adanya dua blok besar (Barat vs Timur) yang pada masa itu sedang terlibat konflik ideologis saling memperebutkan pengaruh negara-negara yang ada di dunia. Spirit inilah yang kemudian melahirkan Gerakan Non-Blok pada tahun 1961 dengan Ir. Sukarno sebagai salah satu penggeraknya.
Warisan penting Presiden
Sukarno berikutnya adalah ajaran dan idealisme intelektual seperti Manipol
Usdek yang berisikan Manifestasi Politik UUD 1945,
Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Ekonomi Terpimpin, Kepribadian
Indonesia; Berdikari alias Berdiri di Atas Kaki Sendiri; Nasakom atau
Nasionalisme, Agama, Komunisme; Trisakti alias tiga kesaktian berupa Berdaulat
di Bidang Politik, Berdikari di Bidang Ekonomi, dan Berkepribadian di Bidang
Sosial Budaya. Ada juga Ganefo atau Game of The Emerging Forces dan Conefo atau
Conference of The New Emerging Forces yang beliau cetuskan setelah
Indonesia keluar dari PBB tahun 1965. Bahkan gagasan Presiden
Sukarno tentang Oldefos atau Old New Emerging Forces dan Nefos atau New
Emerging Forces diakui literatur dunia sebagai salah satu bagian dari
konsepsi Ilmu Hubungan Internasional non-Barat.
Selain warisan intelektual, Presiden Sukarno juga meninggalkan warisan berharga di bidang fisik dan hingga detik ini manfaatnya masih bisa dirasakan oleh bangsa Indonesia. Bangunan-bangunan seperti Monumen Nasional (Monas), Hotel Indonesia, Masjid Istiqlal, Gedung Sarinah, Stadion Gelora Bung Karno, Jembatan Semanggi, Gedung DPR/MPR, Monumen Selamat Datang, Monumen Pembebasan Irian Barat adalah warisan berharga dari Presiden Sukarno. Inilah sederet peninggalan sejarah Presiden Sukarno.
0 Response to "Warisan Sejarah Presiden Sukarno"
Post a Comment