Di era globalisasi ini, bahasa
Inggris telah menjadi kebutuhan pokok dalam berbagai aspek kehidupan, mulai
dari pendidikan, pekerjaan, hingga hiburan. Namun, tidak semua orang mampu menguasai
bahasa ini dengan mudah. Kenyataannya, bagi banyak orang di negara non-Inggris
seperti Indonesia, bahasa Inggris adalah bahasa asing yang tidak hanya sulit
dipelajari, tetapi juga mahal secara finansial. Artikel ini akan mengulas
mengapa bahasa Inggris menjadi beban bagi sebagian masyarakat, dan bagaimana
solusi-solusi praktis dapat diterapkan untuk mengurangi kesenjangan tersebut.
![]() |
Sumber: sindonews.com |
Bahasa Inggris Itu Sulit:
Bukan Bahasa yang Netral
Pertama-tama, penting untuk
diakui bahwa bahasa Inggris bukanlah bahasa yang mudah dipelajari. Struktur
gramatikalnya penuh pengecualian, pengucapannya tidak konsisten, dan
kosakatanya sangat luas. Misalnya, kata kerja “read” bisa dibaca sebagai /riːd/
(present) dan /rɛd/ (past), meskipun ejaannya sama. Ini hanya salah satu contoh
kecil dari kompleksitas yang dihadapi oleh pelajar bahasa Inggris.
Berbeda dengan bahasa Indonesia
yang cenderung fonetis—apa yang ditulis itulah yang diucapkan—bahasa Inggris
mengandung banyak aturan yang tidak logis. Misalnya, kenapa kata
"though", "through", "tough", dan "thought"
memiliki kombinasi huruf yang serupa tetapi pengucapan dan arti yang sangat
berbeda? Tidak heran jika banyak pelajar merasa frustrasi dan tidak percaya
diri ketika belajar bahasa ini.
Selain aspek teknis, bahasa
Inggris juga membawa beban psikologis. Banyak orang merasa malu atau takut
salah saat berbicara, terutama karena standar penutur asli (native speakers)
kerap dijadikan patokan. Padahal, tujuan berbahasa seharusnya adalah komunikasi,
bukan kesempurnaan gramatikal.
Bahasa Inggris Itu Mahal:
Masalah Akses dan Ketimpangan
Kesulitan belajar bahasa Inggris
bukan hanya soal linguistik, tetapi juga akses ekonomi. Untuk benar-benar
fasih, seseorang biasanya membutuhkan kursus tambahan, bimbingan belajar, atau
bahkan mengikuti tes-tes sertifikasi seperti TOEFL, IELTS, atau Cambridge
English yang semuanya berbiaya tinggi.
Di Indonesia, harga satu paket
kursus bahasa Inggris bisa mencapai jutaan rupiah. Sertifikasi internasional
bahkan bisa menelan biaya ratusan hingga jutaan rupiah hanya untuk satu kali
ujian. Jika gagal, harus membayar lagi. Ini menjadi hambatan besar bagi mereka
yang berasal dari keluarga berpenghasilan rendah.
Lebih dari itu, banyak beasiswa
internasional, peluang kerja global, dan akses ke jurnal ilmiah berkualitas
mensyaratkan kemampuan bahasa Inggris tingkat tinggi. Ketika kemampuan ini
hanya bisa dicapai oleh mereka yang punya uang, terjadilah ketimpangan baru:
bahasa sebagai alat diskriminasi terselubung.
Mengapa Harus Bahasa Inggris?
Kritik terhadap dominasi bahasa
Inggris bukan hal baru. Banyak ahli linguistik menyebut bahwa dominasi ini
merupakan bentuk “imperialisme linguistik”, di mana bahasa tertentu dianggap
lebih unggul dan menggeser eksistensi bahasa lokal. Bahasa Inggris menjadi
bahasa internasional bukan karena netral atau mudah, melainkan karena kekuatan
ekonomi dan politik negara-negara berbahasa Inggris.
Hal ini menimbulkan pertanyaan
mendasar: apakah kita benar-benar perlu menyesuaikan diri sepenuhnya dengan
bahasa ini? Atau, mungkinkah ada pendekatan yang lebih inklusif dan adil
terhadap penggunaan bahasa dalam dunia global?
Solusi: Pendekatan Inklusif
dan Aksesibel
Meskipun kenyataan bahasa Inggris
itu sulit dan mahal, bukan berarti kita tidak bisa mencari solusi. Berikut
beberapa pendekatan yang dapat dilakukan:
1. Meningkatkan Akses
Pembelajaran Gratis
Pemerintah dan lembaga pendidikan
dapat memperluas akses terhadap materi pembelajaran bahasa Inggris secara
gratis dan berkualitas. Saat ini, banyak platform daring seperti Duolingo, BBC
Learning English, dan YouTube menyediakan materi pembelajaran yang terbuka.
Namun, diperlukan kurasi dan dukungan agar masyarakat umum—terutama dari daerah
terpencil—dapat memanfaatkannya secara maksimal.
Program pelatihan bahasa Inggris
berbasis komunitas juga bisa dikembangkan. Misalnya, kelas gratis di balai desa
atau ruang publik dengan dukungan relawan. Pendekatan semacam ini terbukti
efektif di berbagai daerah, terutama jika disertai semangat kolektif untuk
belajar bersama.
2. Penggunaan Teknologi dan AI
Kemajuan teknologi membuka
peluang baru dalam pembelajaran bahasa. Aplikasi berbasis kecerdasan buatan
(AI) seperti ChatGPT atau Grammarly dapat membantu pengguna memperbaiki tata
bahasa, menulis esai, atau berlatih percakapan dalam bahasa Inggris secara
interaktif dan murah.
Dengan pendekatan ini, pelajar
dapat belajar sesuai kecepatan masing-masing dan mendapatkan umpan balik
langsung tanpa harus membayar guru privat atau mengikuti kursus mahal.
3. Mempromosikan English as a
Lingua Franca (ELF)
Daripada menuntut penutur
non-Inggris untuk meniru aksen dan gaya bicara penutur asli, dunia
internasional seharusnya lebih menerima variasi penggunaan bahasa Inggris.
Konsep English as a Lingua Franca (ELF) mengakui bahwa bahasa Inggris digunakan
oleh banyak orang dari latar belakang berbeda, dan tidak harus terdengar
seperti “British” atau “American”.
Dengan pendekatan ini, yang
ditekankan adalah kemampuan menyampaikan ide, bukan kesempurnaan pengucapan.
Ini dapat menurunkan beban psikologis dan meningkatkan kepercayaan diri para
pelajar.
4. Mendorong Multibahasa dan
Kebijakan Bahasa yang Adil
Selain belajar bahasa Inggris,
penting untuk tetap menghargai dan melestarikan bahasa lokal. Pemerintah dan
institusi pendidikan harus mendukung kebijakan yang memungkinkan penggunaan
bahasa daerah dalam berbagai konteks formal dan non-formal. Ini penting agar
tidak terjadi “pembungkaman budaya” atas nama globalisasi.
Bahkan di tingkat internasional,
PBB dan UNESCO telah mendorong penggunaan multibahasa dalam komunikasi global,
untuk mencegah dominasi satu bahasa atas bahasa lain.
Penutup: Menuju Akses Bahasa
yang Lebih Adil
Bahasa Inggris, dengan segala
kekuatan dan keterbatasannya, akan tetap menjadi bagian penting dari komunikasi
global. Namun, penting bagi kita untuk menyadari bahwa menguasai bahasa ini
bukan hanya soal kemauan pribadi, tapi juga soal sistem sosial, ekonomi, dan
politik yang tidak selalu adil.
Solusinya bukan dengan memaksa semua orang untuk fasih dengan cara yang mahal dan sulit, tetapi dengan menciptakan sistem pembelajaran yang lebih inklusif, murah, dan menghargai keberagaman bahasa. Dalam dunia yang terus bergerak menuju globalisasi, keadilan bahasa adalah salah satu pilar penting untuk menciptakan dunia yang lebih setara.
0 Response to "Bahasa Inggris Itu Sulit dan Mahal: Mengapa dan Bagaimana Solusinya?"
Post a Comment