Suatu Hari di Museum Keraton Sumenep | Paradigma Bintang

Suatu Hari di Museum Keraton Sumenep

Segala sesuatu terjadi karena adanya momentum yang tepat, termasuk cerita saya berikut ini. Adalah waktu yang membawa saya ke suatu tempat yang semestinya bisa saya jelajahi jauh-jauh hari sebelum hari kedatangan saya betul-betul terwujud pada Kamis, 9 November 2023. Di hari itu, saya benar-benar diberi kesempatan untuk melihat secara langsung warisan peninggalan sejarah dari Keraton Sumenep.

Suatu Hari di Museum Keraton Sumenep

Sejatinya Sumenep adalah kadipaten atau keraton turunan dari keraton yang ada di Jawa seperti Keraton Solo dan Keraton Yogyakarta. Jadi, secara ukuran, tidak bisa dibandingkan dengan keraton-keraton besar besar tersebut. Namun begitu, Keraton Sumenep memiliki keunikan sejarah tersendiri yang menarik untuk ditelaah lebih lanjut. Secara geografis, Keraton Sumenep berada di ujung timur Pulau Madura, tepatnya di Kabupaten Sumenep yang merupakan kabupaten keempat yang dimiliki Pulau Madura jika diurut dari arah barat (Bangkalan, Sampang, Pamekasan, Sumenep).

Museum Keraton Sumenep merupakan saksi sejarah betapa Madura menyimpan segudang peradaban dan warisan masa lalu yang mampu menembus ruang dan waktu. Setelah berkunjung ke museum Keraton Sumenep dan mencari tahu secara aktif  melalui aktivitas bertanya dan riset saya semakin menyadari bahwa pada masa lampau Madura dan tokoh-tokohnya begitu diperhitungkan baik itu di era prakemerdekaan dan pascakemerdekaan Indonesia. Dalam konteks sejarah Madura prakemerdekaan Indonesia, Sumenep adalah gudangnya yang dibuktikan dengan adanya benda-benda peninggalan bernilai sejarah tinggi yang kini tersimpan rapi di museum Keraton Sumenep.

Untuk menuju lokasi museum Keraton Sumenep, saya mesti menempuh jarak sekitar 45 kilometer dari tempat tinggal saya dengan estimasi lama perjalanan 1 jam-an jika kecepatan berkendara normal. Bisa lebih lambat juga jika laju kendaraan yang dipakai melambat. Sebagai informasi, untuk menuju lokasi museum Keraton Sumenep saya melalui jalan pantai utara Madura. Sepanjang jalan, saya menyaksikan suasana pesisir pantai utara Madura yang relatif sepi, tidak bising, bebas macet, dan disaksikan oleh tarian pohon-pohon kelapa yang jamak ditemui di pinggir jalan.

Setelah melewati perjalanan panjang, akhirnya saya tiba juga di lokasi tujuan. Untuk masuk ke area museum, saya harus membeli tiket seharga Rp5000. Setelah itu, saya diarahkan ke lokasi pertama atau ruangan pertama dari museum Keraton Sumenep. Di sini, terdapat penjaga yang siap siaga memberi keterangan serta penjelasan tentang isi dari benda-benda koleksi museum yang ada di dalamnya. Nah, di lokasi pertama inilah saya bertemu dengan dua pengunjung lain yang juga punya tujuan sama ingin mengeksplor sisi historis dari Keraton Sumenep.


Dari empat lokasi atau ruangan museum yang dimiliki Keraton Sumenep, saya cukup terkesan dengan satu benda peninggalan yang ada di ruangan tersebut, yaitu replika kereta kencana hadiah pemberian Gubernur Jenderal Hindia Belanda Sir Thomas Stamford Bingley Raffles kepada Sultan Abdurrahman, seorang raja ke-32 dari Keraton Sumenep yang memerintah Sumenep dari tahun 1811-1854. Replika kereta bernama My Lord tersebut diberikan Raffles kepada Sultan Abdurrrahman pada tahun 1811 sebagai apresiasi atas keberhasilan beliau dalam menerjemahkan naskah berbahasa Sansekerta ke dalam bahasa Inggris. Untuk diketahui, di antara raja-raja Sumenep yang pernah berkuasa, hanya ada satu raja yang bergelar sultan, yaitu Sultan Abdurrahman, seorang ulama dan cendekiawan hebat milik Keraton Sumenep.

Setelah puas mengeksplor ruangan pertama dari museum Keraton Sumenep, berikutnya, saya diajak ke lokasi kedua, lokasi ketiga, dan lokasi keempat. Ketiga lokasi ini berada di kompleks area keraton atau tempat tinggal para raja Sumenep yang kini menjadi tempat tinggal bupati Sumenep. Dengan didampingi petugas museum, saya bersama dua pengunjung lain diajak berkeliling ke lokasi kedua dan ketiga, semuanya indoor atau berada dalam ruangan. Saya melihat benda-benda peninggalan para leluhur Keraton Sumenep seperti bekas piring, sendok, guci, keris, sajadah, baju, tempat tirakat, tempat tidur, lampu minyak, meja, kursi, perhiasaan, manik-manik, senjata pemberian seperti mandau, arca mini peninggalan raja pertama Sumenep Arya Wiraraja, dan sebagainya. Di antara benda-benda tersebut, saya sangat tertegun dengan mushaf Al-Qur`an besar yang ditulis tangan oleh Sultan Abdurrahman dalam tempo satu malam. Apakah benar demikian? Sangat mungkin benar karena orang di masa lampau berbeda dengan orang masa kini. Hal yang membedakan adalah orang dahulu suka tirakat dan dekat dengan Yang Maha Kuasa sehingga memiliki keistimewaan-keistimewaan yang susah dinalar oleh akal sehat. 


Benda itu nyata ada di lokasi museum yang ketiga. Dan mushaf tersebut terawat utuh di museum Keraton Sumenep. Uniknya, mushaf tulisan tangan Sultan Abddurrahman tersebut meski berada di dalam sebuah kotak kaca, namun, dapat disentuh karena dibiarkan tidak terkunci. Istimewanya lagi, saya mencium aroma harum dari kertas mushaf bertuliskan tangan tersebut. Dan puncaknya, saya diajak ke lokasi terakhir dari wisata sejarah Keraton Sumenep, yaitu tempat pemandian berupa kolam yang dulunya digunakan oleh keluarga raja dan permaisuri Keraton Sumenep. Di sini berupa outdoor alias di luar ruangan.

Ada tiga pintu atau jalur pemandian yang memiliki filosofi sebagai pintu jodoh, pintu karir dan kepangkatan, serta pintu iman dan takwa. Air yang ada di area pemandian pun boleh digunakan untuk mengusap wajah, berwudu, bermain air dengan ikan-ikan yang ada di area kolam pemandian dan lain-lain. Namun, perlu meluruskan niat terlebih dahulu, jangan menganggap dengan menggunakan air di tempat bekas pemandian para leluhur Keraton Sumenep semua yang menjadi hajat pasti terkabul. Jangan sampai begitu! Yang benar adalah Allah Swt yang mengabulkan semua hajat kita, jangan minta sama air, tetaplah memohon kepada Yang Maha Kuasa. Air yang ada hanyalah makhluk biasa yang memiliki fungsi baik sebagai media berwudu atau mengusap wajah.

0 Response to "Suatu Hari di Museum Keraton Sumenep"

Post a Comment