Mendobrak Mental Korup Jurnalis | Paradigma Bintang

Mendobrak Mental Korup Jurnalis

Hampir setiap kali saya menyelenggarakan acara, saya selalu melibatkan media untuk meliput. Dari sekian kali mengundang media hadir dalam acara yang saya gagas, ada satu cerita yang patut dibagikan, bukan untuk apa? Tapi sebagai pelajaran bagi siapapun yang mengaku jurnalis agar tidak seperti yang sudah-sudah. Orang baik di bumi ini masih ada, namun yang tidak baik, bermental korup, tidak sedikit alias melebihi target. Demikian pula dengan jurnalis, ada yang tulus, namun ada juga yang culas, kisah berikut semoga menyadarkan anda betapa rusaknya mental wartawan yang satu ini.

Gambar di atas adalah liputan setengah hati yang dipaksakan akibat tidak berhasil meminta ongkos liputan, sebuah produk jurnalistik abal-abal dari jurnalis lokal bermental benalu. Kali ini mental seperti itu harus didobrak.
Adalah momentum langka jika dilewatkan begitu saja, termasuk dalam hal ini momen ketika saya memperkenalkan mahakarya kedua saya yang berjudul ‘PARADIGMA BINTANG’. Karenanya, mengundang awak media dan publik luas hadir dalam acara ini menjadi suatu keniscayaan. Pada kesempatan monumental tersebut, saya memperkenalkan konsep PARADIGMA BINTANG sebagai suatu gerakan nilai bagi kemajuan generasi bangsa. Saya sampaikan bahwa faktor kerusakan suatu negeri karena banyaknya pemangku kepentingan negara yang berparadigma rusak, termasuk dalam hal ini Indonesia. Menurut data akhir tahun 2015 lalu, tercatat ada sembilan menteri, 19 gubernur, 44 anggota DPR, dua mantan Gubernur Bank Indonesia, dan empat ketua umum partai yang telah dipenjara karena korupsi (Kompas, 03/12/15). 

Mengacu pada data di atas, mental korup benar-benar nyata menjadi suatu masalah riil Indonesia, karenanya saya sampaikan juga kepada segenap undangan yang terdiri dari pelajar, pemuda, unsur pimpinan  masyarakat dan insan pers bahwa akar inti persoalan korupsi adalah paradigma pelaku korupsi yang begitu rusaknya. Apa maksudnya? Mereka (para koruptor) salah memandang hidup, mereka pikir dengan menjadi pejabat publik seperti menteri, gubernur, anggota DPR, birokrat/PNS bisa kaya dan bergelimang harta. Padahal masuk dalam ranah politik, birokrasi, dan pemerintahan hakikatnya adalah penderitaan.

Siapapun yang masuk kedalamnya harus siap untuk mengabdi, melayani dan berkorban. Bukan sebaliknya, untuk dilayani, senang-senang dan memperkaya diri. Namun demikian, masih banyak manusia berparadigma yang tidak semestinya disebutkan di atas, menumpuk kekayaan dan memuaskan hasrat perut masih menjadi tujuan utama. Karena itu, tidaklah mengejutkan jika kabar korupsi tidak pernah surut dari pemberitaan, berkali-kali manusia masuk ke lubang korupsi, menjadi hina dan pesakitan akibat korupsi, namun masih saja ada manusia yang mengulangi kesalahan yang sama. Seakan mereka tidak mau belajar dari kesalahan manusia sebelumnya, kasus korupsi selalu saja terjadi berulang kali.

Inilah fakta miris yang terjadi di republik ini, banyak manusia di dalamnya yang sudah keblinger, mabuk korupsi sehingga pelajaran apapun susah ditangkap dan dipraktikkan. Menyadari hal ini, berparadigma bintang dan berperilaki bintang menjadi penting disampaikan dan dimiliki semenjak dini. Karena itu, saya sengaja mengundang mayoritas pelajar hadir dalam peluncuran karya saya yang bertajuk PARADIGMA BINTANG agar kelak mereka benar-benar memiliki arah dan paradigm yang benar dalam memandang hidup. Bahwa hidup ini tidak lain hanya untuk mengabdi dan berkarya. Itulah esensi PARADIGMA BINTANG.

Momen peluncuran PARADIGMA BINTANG benar-benar saya gunakan untuk mengkomunikasikan ide, gagasan dan nilai karya di dalamnya. Anehnya, sudah tahu saya berkoar-koar tentang korupsi dan mental rusak yang harus dilawan dan diperangi, usai acara masih saja ada jurnalis yang mencoba mencari peruntungan dari acara yang saya selenggarakan. Mereka mungkin malu untuk berbicara dan menawarkan langsung dengan saya, karena mereka mungkin masih ingat dari awal sampai akhir saya berorasi tentang pentingnya paradigma dalam upaya melawan korupsi. 

Mereka berbicara dengan salah satu panitia, menyampaikan bahwa liputan acara akan dimuat dalam koran harian mereka jika saya mau membayar mereka dengan sejumlah nominal uang. Panitia yang mendapat tawaran mereka langsung menghampiri saya menyampaikan modus jurnalis berparadigma rusak tersebut. Mendengar siasat dan modus mereka itu, spontan saya sampaikan: “Apa, saya harus bayar mereka? Apa mereka tidak menyimak bahwa  hari ini saya koar-koar tentang PARADIGMA BINTANG dan revolusi mental, terus saya rusak sendiri bangunan paradigma yang saya bangun dengan membayar mereka. Berarti saya menjilat ludah saya sendiri. Setahu saya, dalam kode etik jurnalistik, tidak boleh yang namanya jurnalis minta-minta selama meliput. Pengalaman saya sebelumnya menggelar acara di Malang dengan mengundang pers, tidak ada yang minta-minta. Per setan, mau dimuat atau tidak saya tidak peduli,” begitu kalimat saya merespon jurnalis bermental uang.

Keesokan harinya, saya mencoba jalan-jalan ke lapak agen koran, saya cek koran harian mereka, apakah memuat liputan acara peluncuran PARADIGMA BINTANG atau tidak? Dan ternyata, mereka masih memuat liputan acara meskipun terkesan setengah hati dan dipaksakan. Isinya sama sekali tidak mencerminkan liputan dari subjek pemilik acara, berbeda kontras dengan liputan yang dibuat dan dimuat oleh penulis blog Paradigma Bintang. Coba ada perhatikan gambar di atas, isinya malah mengalihkan perhatian kepada sambutan undangan yang bukan merupakan inti dari persoalan yang dimaksud pemilik acara. Saya pun hanya bisa tertawa, ternyata liputan setengah hati yang dipaksakan itu disebabkan oleh karena mereka tidak berhasil membujuk saya memberi mereka ongkos liputan alias suap liputan. Inilah mental brengsek jurnalis lokal yang tidak berparadigma. Siapapun yang membaca harap bisa mengambil hikmah dan pelajaran. 

0 Response to "Mendobrak Mental Korup Jurnalis"

Post a Comment