Gila! Semakin hari, passing grade
beasiswa LPDP terus saja naik. Tak hanya soal standar kelulusan yang semakin
tinggi, jumlah penerima beasiswa pun semakin terbatas. Ini tentu berdampak
langsung pada tingkat persaingan yang semakin ketat antar pelamar. Berdasarkan
data terbaru dari LPDP, pada seleksi tahap 1 tahun 2025 yang hasil kelulusannya
diumumkan pada 19 Juni lalu, dari total 38.183 pendaftar, hanya 1.431 orang
yang dinyatakan lulus. Angka ini menunjukkan penyusutan yang cukup drastis
dibandingkan periode penerimaan sebelumnya.
Padahal, LPDP selama ini menjadi
primadona beasiswa bagi para pencari ilmu, baik yang ingin melanjutkan studi di
dalam negeri maupun luar negeri. Sebagai salah satu program unggulan pemerintah
untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) Indonesia, LPDP telah
membuka jalan bagi ribuan anak bangsa untuk belajar di berbagai universitas
ternama dunia. Namun belakangan ini, keberhasilan mendapatkan beasiswa LPDP
menjadi semakin sulit, bahkan bisa dibilang hampir seperti mencari jarum dalam
tumpukan jerami.
![]() |
Arah Baru: Prioritas pada STEM
Di tengah ketatnya kompetisi ini,
muncul pula kabar yang memperjelas ke mana arah kebijakan LPDP ke depan.
Pemerintah—katakanlah Presiden Prabowo—dikabarkan mendorong agar Indonesia
mulai lebih serius memperbanyak SDM unggul di bidang science, technology,
engineering, dan mathematics (STEM). Alasannya cukup masuk akal:
dunia sedang bergerak cepat ke arah transformasi digital dan revolusi industri
lanjutan. Negara yang ingin maju tidak punya pilihan lain selain memperkuat
fondasi di bidang sains dan teknologi.
Bukan rahasia lagi bahwa
negara-negara maju memiliki konsentrasi SDM yang tinggi di sektor STEM. Lihat
saja bagaimana Tiongkok, Korea Selatan, hingga Singapura menanam investasi
besar untuk mendorong warganya menekuni bidang-bidang seperti kecerdasan buatan,
siber, energi terbarukan, dan bioteknologi. Indonesia tentu tak mau tertinggal.
Karena itulah, LPDP kini didorong
untuk menyelaraskan visi pendidikannya dengan kebutuhan strategis nasional.
Akibatnya, pelamar dengan latar belakang STEM kemungkinan besar akan mendapat
prioritas lebih tinggi dibanding pelamar non-STEM, apalagi jika dilihat dari
sisi kualitas akademik dan rencana kontribusi masa depan.
Apakah Ini Berarti Pelamar
Non-STEM Tidak Punya Harapan?
Pertanyaan ini muncul cukup
sering belakangan. Tidak sedikit pelamar dari bidang ilmu sosial, humaniora,
pendidikan, atau seni yang merasa khawatir akan masa depan mereka dalam
kompetisi beasiswa LPDP. Apakah mereka benar-benar tidak lagi dianggap relevan?
Apakah LPDP sekarang hanya untuk "orang-orang teknik dan komputer"?
Jawabannya tentu tidak
sesederhana itu.
Memang benar bahwa prioritas
kebijakan akan banyak mengarah ke bidang STEM, tetapi bukan berarti bidang
non-STEM menjadi tidak penting. Negara masih membutuhkan ahli-ahli kebijakan
publik, diplomat, peneliti sosial, pendidik, hingga seniman yang mampu membentuk
narasi kebangsaan dan memperkuat jati diri bangsa. Namun, dalam konteks LPDP
yang sangat kompetitif, pelamar non-STEM memang harus bekerja lebih keras dalam
menyusun argumen mereka: mengapa studi yang akan mereka tempuh penting bagi
pembangunan Indonesia?
Di sinilah letak tantangan
terbesar pelamar non-STEM. Jika dulu cukup dengan menyatakan "ingin
menjadi dosen" atau "ingin membantu masyarakat", sekarang
pernyataan itu harus didukung dengan data, rencana konkret, dan analisis tajam
tentang kontribusi ke depan. Tidak cukup hanya punya niat baik—calon penerima
LPDP kini dituntut untuk menjadi game changer.
Strategi Bertahan dan Menang
dalam Kompetisi
Lalu, bagaimana caranya agar
pelamar—terutama dari non-STEM—tetap punya peluang lolos? Ada beberapa strategi
yang bisa dipertimbangkan:
- Perkuat Visi Kontribusi: LPDP mencari
pemimpin masa depan, bukan sekadar pelajar berprestasi. Visi kontribusi
terhadap bangsa dan masyarakat harus dikemas dengan jelas dan konkret.
Misalnya, jika Anda ingin studi di bidang pendidikan, tunjukkan bagaimana
Anda akan membawa perubahan signifikan pada sistem pendidikan di daerah 3T
(tertinggal, terdepan, dan terluar).
- Tunjukkan Jejak Rekam Nyata: Bagi pelamar
non-STEM, pengalaman nyata sangat penting. Pernah terlibat dalam riset
sosial, proyek pemberdayaan masyarakat, atau advokasi kebijakan publik
bisa menjadi nilai tambah. LPDP ingin melihat bahwa Anda tidak hanya
pintar di atas kertas, tetapi juga sudah mulai berkarya sejak sebelum
menerima beasiswa.
- Kuasai Data dan Isu Terkini: Meskipun
berasal dari bidang non-STEM, pemahaman terhadap isu nasional dan global
tetap krusial. Pelamar yang mampu menunjukkan bagaimana bidang sosial atau
budaya dapat bersinergi dengan STEM akan menjadi kandidat yang sangat
menarik.
- Kaitkan dengan Isu Strategis Nasional: Jika
bidang studi Anda bisa dikaitkan dengan prioritas pembangunan nasional
seperti transformasi digital, ketahanan energi, atau pembangunan
berkelanjutan, maka Anda punya peluang lebih besar. Misalnya, studi
tentang etika dalam AI atau kebijakan privasi digital bisa menjadi titik
temu antara humaniora dan teknologi.
Menuju Format Seleksi yang
Lebih Terbuka?
Melihat dinamika yang terus
berkembang, bukan tidak mungkin ke depan LPDP akan mengubah format seleksi agar
semakin transparan dan berbasis merit. Bisa jadi, sistem seleksi akan
mengadopsi machine learning atau algoritma pendukung keputusan untuk
menyaring pelamar secara lebih objektif. Namun, seiring itu pula, para pelamar
dituntut untuk terus adaptif, tidak hanya pada perubahan teknis, tetapi juga
pada perubahan arah kebijakan.
Untuk itu, penting bagi semua calon pelamar—baik dari latar belakang STEM maupun non-STEM—untuk tidak hanya berfokus pada pencapaian akademik semata. Yang dicari LPDP adalah sosok pemimpin transformatif: mereka yang siap bekerja lintas disiplin, berpikir visioner, dan tetap membumi.
Penutup: Beasiswa yang Bukan
Sekadar Studi
LPDP bukan sekadar beasiswa untuk
sekolah. Ia adalah investasi jangka panjang negara terhadap putra-putri terbaik
bangsa. Oleh karena itu, kompetisinya tidak akan pernah mudah—dan memang tidak
seharusnya mudah. Persaingan yang semakin ketat, slot yang semakin sedikit, dan
arah prioritas yang semakin spesifik adalah konsekuensi dari upaya untuk
mencetak SDM unggul.
Bagi pelamar non-STEM, situasi
ini bisa terasa seperti badai yang tak berkesudahan. Namun, bukankah badai
justru melatih kapal agar menjadi lebih kuat? Selama Anda mampu menunjukkan
bahwa bidang Anda punya dampak nyata bagi masa depan Indonesia, peluang itu
tetap ada.
Jadi, jangan gentar. Tetap persiapkan diri dengan matang. LPDP mungkin memperketat seleksi, tetapi Indonesia tetap membutuhkan Anda—baik dari STEM maupun non-STEM.
0 Response to "Persaingan LPDP Kian Sengit: Peluang Pelamar Non-STEM Semakin Mengecil?"
Post a Comment