Catatan Akhir Pilpres 2024 | Paradigma Bintang

Catatan Akhir Pilpres 2024

Pemilu presiden-wakil presiden (Pilpres) 2024 dengan segala persoalannya sudah selesai diselenggarakan pada 14 Februari 2024. Menurut hasil hitung cepat lembaga-lembaga survei tepercaya seperti Litbang Kompas, Indikator Politik Indonesia, Poltracking, Charta Politika, Populi Center, Lembaga Survei Indonesia, dan berdasarkan data hitung nyata sementara (real count) KPU, suara pasangan Prabowo-Gibran berada di kisaran angka 58 persen, unggul jauh atas pasangan Anies-Muhaimin yang meraih suara 24 persen dan pasangan Ganjar-Mahfud yang meraih suara 17 persen. Ini artinya, Pilpres 2024 kemungkinan besar berlangsung satu putaran saja karena suara Prabowo-Gibran sudah melampaui syarat kemenangan suara 50 persen plus satu.


Sumber: CNN Indonesia

Berdasarkan data suara nasional sementara yang dirilis KPU, dari 38 provinsi, Prabowo-Gibran hanya kalah di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Provinsi Sumatra Barat. Selebihnya, Prabowo-Gibran menang. Atas dasar inilah, beberapa pemimpin dunia seperti Presiden Rusia Vladimir Putin, Perdana Menteri Australia Anthony Albanese, Perdana Menteri Singapura Lee Hsien long, Perdana Menteri Belanda Mark Rutte, Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim, Perdana Menteri Inggris Rishi Sunak, Perdana Menteri Republik Ceko Petr Fiala, memberi ucapan selamat kepada Prabowo.

Hasil Pilpres 2024 dengan keunggulan Prabowo-Gibran pada dasarnya tidak terlalu mengejutkan. Keunggulan Prabowo-Gibran di hari pencoblosan hanya menguatkan hasil riset lembaga-lembaga survei yang menemukan fakta politik bahwa kemungkinan besar Prabowo-Gibran akan memenangkan Pilpres 2024. Semua temuan lembaga survei baik sebelum pencoblosan maupun setelahnya menyimpulkan bahwa Prabowo-Gibran merupakan kandidat kuat pemenang Pilpres 2024 yang menurut jadwal resmi KPU hasil Pemilu 2024 akan diumumkan pada 20 Maret 2024. Pertanyaannya sekarang, mengapa Prabowo-Gibran bisa menang? Sehubungan dengan itu, menurut hemat saya, ada beberapa variabel yang dapat digunakan untuk menjelaskan mengapa Prabowo-Gibran bisa menang telak atas Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud?

Pertama, variabel pengalaman dan keterkenalan. Siapa pun mengetahui bahwa dari ketiga calon presiden 2024, Prabowo Subianto adalah tokoh yang sudah kenyang pengalaman dalam mengikuti kontestasi Pilpres. Ia pernah menjadi cawapres Megawati pada Pilpres 2009, pernah menjadi capres berpasangan dengan Hatta Rajasa pada Pilpres 2014 dan pernah menjadi capres berpasangan dengan Sandiaga Uno pada Pilpres 2019. Di ketiga kontestasi tersebut Prabowo gagal. Namun, kegagalan tersebut menjadi investasi elektoral bagi Prabowo. Hampir semua pemilih sudah mengenalinya sehingga ketika Prabowo maju lagi sebagai capres berpasangan dengan Gibran di kontestasi Pilpres 2024 melawan Anies dan Ganjar yang minim pengalaman mengikuti pilpres, Prabowo tampak lebih siap dan matang dari kedua rivalnya tersebut. Buktinya, meski penampilan Prabowo dalam tiga kali debat kandidat capres 2024 tidak terlalu menonjol jika dibandingkan Anies dan Ganjar, Prabowo selalu meyakinkan pemilih bahwa ia memang tidak sejago dua rivalnya dalam beretorika namun ia siap bekerja keras memajukan Indonesia. Prabowo bahkan secara eksplisit menyatakan tidak mau banyak omon-omon, namun, akan banyak aksi dan kerja. Pengalaman bekerja bersama Jokowi di kabinet dan pengalaman gagal di pilpres sebelumnya membuat Prabowo belajar banyak hal terkait pola kampanye sehingga di Pilpres 2024 ia tidak terlalu banyak mengumbar retorika kosong dan menggantinya dengan narasi konkret.

Kedua, strategi kampanye sangat kekinian. Banyaknya artis dan influencer yang mendukung Prabowo-Gibran ditambah dengan konten kampanye yang fun seperti joget gemoy ala Prabowo dilengkapi dengan lagu ciptaan DJ masa kini berjudul OK Gas Prabowo-Gibran Paling Pas, mencitrakan diri sebagai pasangan gemes melalui gambar kartun Prabowo-Gibran benar-benar membius para pemilih muda utamanya para pemilih pemula. Begitu banyak generasi Z yang memilih Prabowo karena faktor ini selain juga karena mereka lihat sosok Gibran sebagai representasi kaum muda.

Ketiga. Program kerja Prabowo yang akan memberikan makan siang gratis bagi anak sekolah juga menjadi hal menarik bagi pemilih yang turut mendongkrak suara kemenangan Prabowo. Secara program, makan siang gratis memang sangat konkret, dapat langsung dirasakan oleh masyarakat jika dibandingkan dengan program unggulan capres lain seperti Ganjar yang berencana akan memberikan internet gratis dan program Anies yang akan menaikkan dana desa 5 miliar per desa.

Keempat. Dukungan total kekuatan politik Jokowi. faktor yang satu ini barangkali menjadi variabel terpenting dari kemenangan Prabowo-Gibran. Sulit untuk menyangkal fakta bahwa kemenangan Prabowo-Gibran sangat ditentukan oleh faktor Jokowi. Sinyal kuat dukungan Jokowi yang berkali-kali menampakkan dirinya berduaan dengan Prabowo di hadapan publik sebelum hari pencoblosan ditambah dengan kehadiran langsung Jokowi ke kantong-kantong suara PDI-P seperti di Yogyakarta dan Jawa Tengah selama berhari-hari pra Pemilu 2024 dengan membagi-bagi bansos, meninjau perbaikan jalan, berinteraksi dengan Masyarakat yang dikunjungi sungguh-sungguh ampuh menambah suara kemenangan bagi Prabowo-Gibran di satu sisi dan pada waktu bersamaan menggerus suara Ganjar-Mahfud. Data menunjukkan bahwa Prabowo-Gibran berhasil mengungguli Ganjar-Mahfud di Jawa Tengah, Bali, dan Yogyakarta yang pada pemilu sebelumnya diklaim sebagai kendang banteng atau PDI-P.

Kelima. Strategi Kuda Troya Prabowo yang masuk ke pertahanan mantan rival (Jokowi) dan bersekutu dengannya sukses memecah soliditas dukungan di internal PDI-P. Mau bagaimanapun, di Pilpres 2024 PDI-P terpecah menjadi dua kubu, yaitu kubu Ganjar yang didukung Megawati dan kubu Gibran yang didukung Jokowi. Hasilnya, berdasarkan data hitung cepat beberapa lembaga survei dan data sementara  hitung riil KPU, suara kubu Gibran menang atas suara kubu Ganjar bahkan di kandang banteng seperti di Solo dan di mayoritas daerah di Jawa Tengah Ganjar kalah  atas Gibran.

Keenam. Tidak lakunya isu pelanggaran etika, politik dinasti, dan kemunduran demokrasi. Pasca keluarnya putusan MK yang membolehkan Gibran maju sebagai cawapres pendamping Prabowo hingga di keseluruhan proses kampanye Pilpres 2024, pihak-pihak seperti pengamat, akademisi, guru besar, mahasiswa, aktivis, pegiat demokrasi selalu mengkritisi pelanggaran etika berat yang terbukti terjadi di MK yang kemudian membuat Anwar Usmanpaman Gibranharus dipecat dari jabatannya sebagai Ketua MK. Mereka para insan terdidik juga menyoroti upaya politik dinasti Jokowi dengan memajukan Gibran sebagai cawapres Prabowo. Nyatanya, semua upaya itu tidak efektif memengaruhi pilihan Masyarakat pemegang hak pilih. Jika dijumlahkan suara perolehan suara Anies-Muhaimin dan suara Ganjar-Mahfud totalnya hanya 41 persen suara.  Jadi langkah kritis para kaum terpelajar yang getol menyuarakan pelanggaran etika di MK, menguliti politik dinasti Jokowi hanya ampuh menarik sekitar 41 persenan suara sehingga harapan adanya salam empat jari di putaran kedua Pilpres 2024 gagal total.

Mengapa suara kritis dari kalangan intelektual tidak berdampak terhadap Pilpres 2024? Jawabannya karena taraf pendidikan masyarakat pemilih di Indonesia mayoritasnya belum atau tidak tamat sekolah, belum tamat SD, lulusan SDSMP. Berdasarkan data dari Dirjen Kependudukan dan Catatan Sipil Kemendagri Juni tahun 2022, jumlah warga yang tidak atau belum tamat sekolah sekitar 65.018.451 jiwa, belum tamat SD sekitar 30.685.363 jiwa, tamat SD sekitar 64.446.545 jiwa, tamat SLTP sekitar 40.035.862 jiwa, dan tamat SLTA sekitar 57.533.189 jiwa. Adapun yang tamat D1 dan D2 sekitar 1.126.080 jiwa, tamat D3 sekitar 3.517.178 jiwa, tamat S1 sekitar 12.081.571 jiwa, tamat S2 sekitar 855.757 jiwa, dan tamat S3 sekitar 61.271 jiwa.

Dari data ini, tidak mengherankan jika kemudian Prabowo-Gibran yang mengusung janji melanjutkan pencapaian kinerja Jokowi seperti pembangunan infrastruktur, pemberian bantuan-bantuan sosial berhasil memenangkan pertempuran elektoral meski mereka selalu diserang oleh persoalan pelanggaran etika, moral, hukum, dan cawe-cawe kekuasaan Jokowi. Masyarakat pemilih tidak peduli dan bahkan tidak menghiraukan hal tersebut karena mereka memang tidak berada di level para akademisi yang bisa berpikir kritis, dialektis, mengupayakan yang terbaik bagi masa depan demokrasi Indonesia dari sudut pandang akademik. Masyarakat pemilih lebih memlih yang praktis, konkret, dan dekat dengan kebutuhan hidup mereka. Bagaimanapun Pilpres 2024 sudah terselenggara, rakyat sudah memberikan suaranya, terlepas dari adanya dugaan kecurangan yang dapat diselesaikan melalui mekanisme di MK, mari menghargai suara rakyat! Vox populi vox dei.

0 Response to "Catatan Akhir Pilpres 2024"

Post a Comment