Meneladani Praktik Pancasila Ir. Soekarno | Paradigma Bintang

Meneladani Praktik Pancasila Ir. Soekarno

Sumber: wikipedia.org


Prolog

Di antara sekian banyak putra-putri terbaik bangsa Indonesia, sosok Ir. Soekarno yang dikenal sebagai Putra Sang Fajar adalah salah satu tokoh besar yang mewariskan segudang inspirasi dan teladan positif. Presiden pertama RI tersebut tidak saja menjadi seorang pemimpin negara, namun juga sebagai ikon pemersatu, bapak pendiri bangsa yang jasa-jasanya tidak akan pernah lekang oleh waktu, warisan idealismenya tidak akan pernah lenyap ditelan zaman. Pengabdian Ir. Soekarno untuk bangsa abadi hingga kini republik Indonesia mencapai usia ke-76. Siapa pun mengakui, bahwa terlalu besar peran dan kontribusi Bung Karno sehingga tidak bisa dilupakan begitu saja.

Setidaknya bangsa Indonesia harus bangga dan berterima kasih banyak kepada beliau. Berkat pengabdian tulusnya entitas besar bernama Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) lahir dan ada sampai kini. Uniknya, kiprah Bung Karno sapaan akrab beliau tidak saja diakui di dalam negeri, dunia internasional dan negara-negara lain juga mengakui dampak besar peran hebat beliau.

Banyak negara yang merasa berhutang budi atas jasa besar beliau dalam beberapa hal sehingga nama Ir. Soekano harum serta ada di mana-mana. Tulisan ini akan mencoba mengeksplor teladan-teladan terbaik warisan Ir. Soekarno yang masih relevan untuk dipraktikkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yang kini memasuki era digital 4.0. Harapannya, setiap individu masyarakat dapat becermin kepada figur Bung Karno yang penulis anggap sebagai tokoh yang tepat untuk dijadikan role model bagaimana beliau merealisasikan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari sehingga anak-anak bangsa tidak salah jalan dalam menghadapi kehidupan yang penuh tantangan ini serta selalu menempatkan kepentingan bangsa di atas segalanya.

Sosok Relijius

Bung Karno adalah sosok negarawan yang religius, beliau tidak saja seorang pemimpin politik pemerintahan, namun juga seorang yang dekat dengan agama. Hal-hal yang membuktikan hal ini adalah komitmen beliau untuk menjadikan agama sebagai salah satu prioritas penting dalam kehidupan keseharian. Sebagai pemeluk agama Islam tentu Bung Karno sangat berkomitmen terhadap kemajuan Islam di Indonesia dan bahkan di luar negeri. Fakta sejarah menunjukkan Bung Karno adalah pribadi yang serius mengkaji dan memperdalam Islam, agama yang diyakininya. Rasa ingin tahu beliau akan Islam begitu besar. Hal ini dapat dilihat dari jejak sejarah bagaimana beliau begitu dekat dengan tokoh-tokoh Islam seperti Haji Agus Salim, K.H. Hasyim Asya`Ari, K.H.Wahid Hasyim, K.H. Wahab Chasbullah dan sebagainya. Bung Karno banyak bertanya dan belajar Islam dari para tokoh Islam di atas. Dalam memutuskan hal penting kenegaraan Bung Karno bahkan kerap melibatkan ulama untuk dimintai masukan seperti halnya kesesuaian sila-sila Pancasila dengan ajaran Islam, hari untuk memproklamasikan kemerdekaan, dan sebagainya.

Dalam hal interaksi dengan pemeluk agama-agama lain, beliau adalah sosok yang sangat toleran, menjunjung tinggi nilai-nilai kerukunan umat beragama. Komitmen beliau untuk mewujudkan kehidupan antarumat beragama senantiasa hidup rukun, damai, saling menghargai dapat dilihat dari praktik nyata bagaimana beliau adalah sosok yang menginisiasi pembangunan Masjid Istiqlal berdampingan dengan Gereja Katedral. Bahkan arsitek pembangunan Masjid Istiqlal sendiri adalah seorang pemeluk agama Nasrani yang berhasil memenangkan sayembara desain pembangunan Masjid Istiqlal sehingga Bung Karno pun mempercayakan proyek pembangunan Masjid Istiqlal berdasarkan rancangan desain sang pemenang sayembara beragama Nasrani tersebut. Hal ini beliau maksudkan sebagai upaya menyadarkan bangsa Indonesia bahwa perbedaan identitas agama bukan penghalang untuk mewujudkan persatuan nasional. Setiap pemeluk agama harus hidup berdampingan dengan pemeluk agama lain secara damai, rukun, dan saling membangun. 

Bung Karno juga adalah sosok yang berperan penting atas berfungsinya Masjid Agung atau Masjid Biru di ST Petersburg setelah beliau meminta secara khusus kepada pemimpin Uni Soviet kala itu agar difungsikan kembali dari sebelumnya hanya dijadikan sebagai gudang. Bung Karno juga selalu menjaga salat lima waktu meski di tengah kesibukan kunjungan kerja kenegaraan. Terbukti, saat melakukan kunjungan kenegaraan untuk bertemu Presiden AS Dwight D. Eisenhower tahun 1955 beliau masih konsisten melaksanakan ibadah salat secara khusyu` sebelum bertemu presiden AS tersebut. Bung Karno juga sosok yang peduli dengan pendidikan Islam. Bung Karno lah yang meminta Presiden Mesir Gamal Abdul Nasser agar tidak jadi menutup Universitas Al-Azhar Kairo, salah satu universitas Islam tertua di dunia yang pada saat itu hampir ditutup karena adanya rencana pembaruan dari Presiden Nasser. Hal ini batal dilaksanakan Presiden Nasser berkat adanya nasihat dan masukan dari Presiden Soekarno agar salah satu universitas Islam tertua di dunia itu tetap dipertahankan. Adapun yang sangat monumental adalah ketika Bung Karno meminta pemimpin Uni Soviet untuk menemukan makam Imam Bukhari, seorang perawi hadist terkenal sebagai syarat beliau berkenan mengunjungi Ui Soviet. Berkat permintaan Bung Karno, pemimpin Uni Soviet masa itu bekerja keras menemukan makam imam Bukhari hingga menemukannya di Samarkand Uzbekistan.

Inilah sosok religiusitas Bung Karno, benar-benar sangat inspiratif, sangat mencerminkan pengamalan nilai-nilai ketuhanan sebagaimana yang ada dalam ideologi Pancasila.

Sosok Humanis yang Tegas

Seperti idealisme gagasan dasar negara yang disampaikan dalam pidato perumusan dasar negara tentang internasionalisme atau perikemanusiaan, Bung Karno adalah sosok humanis yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan. Hal ini dapat dilihat dari fakta seperti sikap Bung Karno yang menolak fatwa Majelis Islam A`la Indonesia (MIAI), sebuah organisasi semisal majelis ulama bentukan Jepang yang pada waktu itu melarang masyarakat Indonesia mendonorkan darah bagi orang Belanda korban Perang Dunia II karena dianggap pasti ditolak Tuhan. Bung Karno tegas melawan fatwa tersebut dan menyarankan masyarakat mendonorkan darahnya. Adapun alasan Bung Karno menolak fatwa dan menyarankan hal di atas adalah karena darah masyarakat didonorkan untuk membantu korban perang bukan membantu jalannya perang.

Selain itu, Bung Karno adalah sosok yang selalu dekat dengan rakyat, tidak berjarak dengan rakyat yang selalu beliau perjuangkan. Ada begitu banyak cerita yang menunjukkan hal ini, salah satunya adalah saat Bung Karno menemui dan berbincang hangat dengan seorang petani bernama Marhaen di Bandung Selatan yang menurut beliau sang petani hidup melarat meski memiliki tanah, cangkul, dan peralatan pertanian lainnya. Hal ini menurutnya terjadi karena sistem kolonialisme dan imperialisme yang tidak pernah berpihak pada rakyat kecil seperti Marhaen. Dari momentum ini lahirlah marhaenisme yang hingga sekarang masih relevan untuk dipelajari.

Selain humanis, Bung Karno juga sosok yang tegas. Dalam beberapa kasus, Bung Karno sering dihadapkan pada pilihan sulit yang membuatnya merasa dilema. Namun demikian, sebagai seorang pemimpin beliau memiliki ketegasan sikap seperti dalam kasus S.M. Katrosuwiryo yang divonis mati pengadilan karena bersama DI/TII-nya ia melakukan pemberontakan berbahaya terhadap pemerintah khususnya Presisen Soekarno yang ditarget khusus untuk dihabisi. Saat itu, Bung Karno selalu menghindar menandatangani keputusan eksekusi mati S.M. Kartosuwiryo yang tidak lain sahabatnya saat masih bersama-sama berjuang menimba ilmu di rumah indekos H.O.S. Cokroaminoto. Namun demikian, di tengah kegamangan Bung Karno berhasil membuktikan dirinya sebagai seorang pemimpin yang tegas, beliau pada akhirnya menandatangani keputusan eksekusi Kartosuwiryo sebagai wujud sikap seorang negarawan yang harus bersikap sebagaimana mestinya.

Sebagai wujud komitmen akan nilai-nilai kemanusiaan dan perlawanan terhadap penjajahan, Bung Karno juga tegas menolak mengakui Israel sebagai entitas negara berdaulat yang beliau buktikan dengan tidak membuka hubungan diplomatik Indonesia-Israel, menolak kehadiran kontingen Israel dalam ajang Asian Games 1962 di mana Indonesia menjadi tuan rumah. Hal ini sebagai wujud keberpihakan Indonesia pada rakyat Palestina yang kemerdekaan dan kedaulatannya dirampas secara sepihak oleh Israel. Penolakan Bung Karno terhadap Israel juga untuk menunjukkan kepada dunia bahwa apa pun risiko yang akan terjadi akibat kebijakan tersebut Indonesia akan tetap konsisten memperjuangkan kemerdekaan bangsa Palestina yang diperlakukan secara tidak manusiawi oleh Israel. Bahkan secara gamblang Bung Karno menyampaikan bahwa sepanjang kemerdekaan bangsa Palestina tidak diberikan kepada rakyat Palestina, maka sepanjang itu pula Indonesia akan menentang penjajahan dan kesewenang-wenangan Israel.

Sosok Nasionalis Sejati

Tidak diragukan lagi jika Bung Karo adalah sosok nasionalis, pemersatu bangsa Indonesia dari beragam identitas dan golongan. Asas kebangsaan yang digagas beliau dalam Pidato 1 Juni 1945 benar-benar membuktikan bahwa beliau sangat mencintai bangsa Indonesia, sangat berpihak kepada kepentingan bangsa dan negara. Bung Karno bahkan rela kehilangan apa pun demi sebesar-besarnya kepentingan bangsa yang beliau cintai. Mulai dari keluar masuk penjara pada masa kolonial Belanda akibat aktivitas politik memperjuangkan kemerdekaan, diasingkan ke tempat-tempat terpencil, kehilangan kekuasaan, hingga ancaman pembunuhan pernah beliau alami dalam memperjuangkan cita-cita bangsa.

Sejarah mencatat dengan sempurna bahwa beliau adalah sosok yang selalu menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi beliau. Misal, ketika bangsa Indonesia terancaman pecah belah akibat meletusnya Gerakan 30 September 1965 dan kemudian berujung pada keluarnya Surat Perintah 11 Maret 1966 yang kemudian malah melemahkan kekuasaan Bung Karno, mematikan wibawa dan wewenang beliau akibat Surat Perintah (SP) 11 Maret 1966 ditafsirkan berbeda oleh pengembannya, Bung Karno tidak mengambil sikap egois, melakukan perlawanan dengan menggerakkan personel-personel militer yang masih loyal kepada beliau untuk mengamankan kekuasaan. Hal ini tidak beliau lakukan karena beliau sadar bahwa pertumpahan darah sesama anak bangsa akan terjadi jika beliau melawan. Bung Karno justru memilih kekuasaannya dipreteli, membiarkan wewenangnya dicabut, dan mengikhlaskan dirinya dijadikan tahanan politik demi tetap kukuhnya persatuan dan kesatuan nasional. Begitu dalam penderitaan dan pengorbanan beliau untuk Indonesia, negeri yang beliau perjuangkan dengan susah payah. Namun, di penghujung pengabdian beliau diperlakukan tidak manusiawi sebagimana lazimnya seorang mantan presiden yang telah berjasa besar bagi bangsa dan negara diperlakukan. Terhadap hal itu, Bung Karno memilih mengalah, membuang ego pribadi, dan rela disakiti oleh bangsanya sendiri asal Negara Kesatuan Republik Indonesia yang beliau proklamasikan bersama sahabatnya Mohammad Hatta tetap tegak dan berdiri kokoh sebagai entitas negara bangsa yang berdaulat. 

Beginilah sikap kenegarawanan Bung Karno, rela dirinya redup demi persatuan bangsa. Beliau rela mengorbankan dirinya redup demi tetap tegaknya keutuhan bangsa dan negara.

Seorang Demokrat yang Bijak

Salah satu gagasan Bung Karno tentang dasar negara adalah mufakat atau demokrasi yang kemudian menjadi sila keempat Pancasila seperti yang ada saat ini. Sejarah mencatat bahwa terlepas dari kontroversi yang ada, Bung Karno adalah sosok yang demokratis, selalu menempuh musyawarah dalam memutuskan hal-hal penting bagi kelangsungan kehidupan bangsa dan negara. Hal ini bisa dilihat dari bagaimana naskah Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 yang menandai lahirnya negara Indonesia disusun tidak sendirian oleh Bung Karno melainkan melalui musyawarah mufakat dengan tokoh-tokoh lain seperti Mohammad Hatta dan Achmad Soebardjo.

Dalam menjalankan pemerintahan setelah Indonesia resmi merdeka, Bung Karno juga selalu demokratis, melibatkan banyak pihak, mendengarkan masukan dan pertimbangan tokoh-tokoh di sekeliling beliau. Misal, pasca ditetapkan sebagai presiden oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) tanggal 18 November 1945 dan memiliki wewenang membentuk pemerintahan rupanya beliau harus merelakan kabinetnya hanya berusia tiga bulan karena pada tangal 14 November 1945 terbit maklumat pemerintah yang menyepakati berubahnya sistem pemerintahan dari presidensial menjadi parlementer sehingga Bung Karno hanya menjadi simbol negara bukan kepala pemerintahan.

Dampaknya, aktivitas pemerintahan dipimpin oleh perdana menteri yang pada saat itu disepakati dijabat oleh Sutan Syahrir. Sementara Bung Karno berperan sebagai kepala negara. Di bidang internasional, Presiden Soekarno begitu demokratis dan bijak dengan mengedepankan nilai-nilai musyawarah mufakat sebagai jalan ideal dalam memutuskan sebuah keputusan bersama. Contoh, dalam memutuskan berdirinya Gerakan Non-Blok (GNB) sebagai pengimbang dari adanya Blok Barat dan Blok Timur pada masa Perang Dingin sedang berkecamuk, beliau merangkul pemimpin-pemimpin negara lain (Yugoslavia, India, Mesir, Ghana,) dan bermusyawarah dengan mereka sehingga melahirkan mufakat bersama berupa perlunya gerakan baru untuk menetralisir ketegangan dunia akibat rivalitas dua blok besar yang kemudian diberi nama Gerakan Non-Blok. Inilah bukti nyata bahwa Bung Karno adalah sosok yang demokratis, pro musyawarah mufakat.

Pribadi yang Adil

Bung Karno adalah tokoh yang menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan. Hal ini sesuai dengan idealisme kesejahteraan sosial yang kemudian menjadi keadilan sosial sebagaimana beliau sampaikan dalam sidang perumusan dasar-dasar negara yang diselenggarakan oleh Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Dalam banyak kesempatan beliau selalu menekankan pentingnya dunia berpihak kepada keadilan sosial tanpa pandang bulu. Dalam forum PBB misalnya, beliau tidak henti-hentinya mengkritisi kolonialisme dan imperialisme bangsa-bangsa barat dan menyerukan keadilan sosial dengan menghapus praktik kolonialisme gaya baru. Bahkan demi mewujudkan sila keadilan sosial, beliau berani menolak bantuan-bantuan barat karena dinilai hanya akan membelenggu dan mengikat bangsa Indonesia dengan cara-cara eksploitatif. Di dalam negeri, beliau selalu berlaku adil kepada bangsanya sendiri. Retorika keadilan sosial beliau wujudkan dengan cara berpihak pada nilai-nilai keadilan itu sendiri. Dalam menghadapi sengkarut peristiwa G30S 1965 misalnya, beliau mendirikan Mahkamah Militer Luar Biasa (Mahmilub) untuk mengadili pihak-pihak yang bersalah dalam peristiwa nahas tersebut. Hasilnya, pihak-pihak yang terbukti terlibat dalam gerakan tersebut diproses hukum dan menjalani vonis mahkamah.

Untuk mewujudkan pemerataan kesempatan mendapatkan pendidikan berkualitas, pada tahun 1960-an Bung Karno mengirimkan ribuan putra-putri terbaik bangsa belajar di luar negeri seperti di negara-negara Eropa timur dengan tujuan kelak setelah purna studi mereka kembali ke Indonesia dan membangun Indonesia dengan keahlian yang mereka miliki. Sayangnya takdir berkata lain, peristiwa G30S 1965 membuyarkan visi keadilan sosial Presiden Soekarno yang harus tersisih dari kekuasan. Imbasnya, putra-putri terbaik harapan masa depan bangsa tersebut malah dicabut kewarganegaraannya oleh pemerintah pengganti Bung Karno dan hidup di luar negeri sebagai eksil tanpa kewarganegaraan. Walau demikian, apa yang telah dilakukan Bung Karno mengirim anak-anak bangsa belajar ke luar negeri agar sepulang dari studi dapat membangun bangsa adalah salah satu potret nyata bagaimana beliau serius mewujudkan amanat keadilan sosial membangun keadilan sosial di bidang pendidikan yang diamanatkan Pancasila.

Demi mewujudkan keadilan politik beliau pernah melancarkan operasi Tri Komando Rakyat (Trikora) untuk merebut Irian Barat dari tangan Belanda yang tidak rela wilayah tersebut dikelola Indonesia padahal secara de facto Irian Barat adalah bagian dari wilayah Hindia Belanda jajahan Belanda yang otomatis juga mesti diserahkan kepada Indonesia bersamaan dengan penyerahan kedaulatan pada 27 Desember 1949. Beliau juga melancarkan operasi Dwi Komando Rakyat (Dwikora) sebagai protes atas ketidakadilan Malaysia yang melanggar kesepakatan bersama antara Malaysia, Filipina, Indonesia bahwa masa depan Sabah dan Sarawak akan diputuskan setelah ada pengumuman resmi dari PBB terkait hasil referendum di dua wilayah tersebut sementara Malaysia mendahului pengumuman PBB dengan bertindak sepihak.

Inilah praktik Pancasila Ir. Soekarno, tokoh besar yang jasa, kontribusi, serta pemikirannya sampai saat ini abadi dan akan selalu relevan untuk diteladani oleh anak-anak bangsa. Bahwa memang benar untuk melangkah ke masa depan kita perlu melihat masa lalu dan juga meniru keteladaanan sosok lain yang layak untuk dijadikan contoh serta panutan sehingga kita tidak salah jalan, selalu dalam koridor, dan berdampak positif terhadap kemajuan bangsa.

 Ditulis untuk mengikuti lomba menulis essay Teladan Pancasila Aparatur Negara BPIP 2021

  

0 Response to "Meneladani Praktik Pancasila Ir. Soekarno"

Post a Comment