Tiongkok, Maumu Apa? | Paradigma Bintang

Tiongkok, Maumu Apa?

Beberapa waktu terakhir tensi politik luar negeri Indonesia sedang memanas. Hal ini tidak lain karena adanya provokasi kapal asing asal Tiongkok yang mondar mandir memasuki perairan Natuna, Kepulauan Riau. Tak kurang dari kapal-kapal nelayan lengkap dengan pengawalan kapal coast guard Tiongkok dengan beraninya memasuki wilayah Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEE) di perairan Natuna. Tidak hanya aksi tersebut, otoritas Tiongkok juga mengklaim bahwa apa yang mereka lakukan tidak melanggar kedaulatan Indonesia, mereka meyakini bahwa mereka masih berada di batas teritori mereka berdasarkan peta yang mencantumkan sembilan garis titik-titik sebagai basis wilayah kedaulatan yang mereka buat secara sepihak. Hal ini sejatinya bukan baru, pada tahun 2016 yang lalu Tiongkok pernah melakukan hal serupa, mengklaim laut Natuna sebagai milik mereka. Sebagai orang yang pernah hidup selama setahun di Natuna, dan sebagai penstudi kajian konflik dan keamanan internasional, saya merasa perlu untuk merespon dinamika geopolitik yang membuat panas hubungan Indonesia-Tiongkok di awal tahun 2020 ini.

Tiongkok, Maumu Apa?


Sedikit flashback, baik Indonesia maupun Tiongkok dalam sejarahnya merupakan negara yang menandatangani konvensi hukum laut PBB (UNCLOS) yang disahkan pada tahun 1982. Sebagai konsekuensinya, baik Indonesia maupun Tiongkok tentu terikat dengan ketentuan, hak, dan kewajiban yang harus mereka penuhi sebagai akibat mengakui UNCLOS. Sesuai ketetapan UNCLOS 1982, Indonesia diakui sebagai negara kepulauan yang memiliki hak atas Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) seluas 200 mil laut diukur dari garis pantai. Anehnya, meski berjarak ribuan kilometer dari daratan Tiongkok, hanya berdasar peta sepihak yang dibuatnya Tiongkok dengan pongah mengklaim hak ZEE Indonesia di perairan Natuna. Lebih aneh lagi, mereka berdalih bahwa mereka memiliki klaim historis atas perairan Natuna sehingga mereka merasa kalau ada warga atau nelayan Tiongkok yang melakukan aktivitas perikanan di perairan Natuna dianggap wajar.

Sebagai warganegara yang waras, tentu saya mendukung sikap otoritas Indonesia sebagaimana sudah disampaikan oleh Menteri Luar Negeri Indonesia bahwa Indonesia secara tegas tidak akan pernah mengakui nine dash line yang dijadikan dasar pembenar Tiongkok melakukan pelanggaran terhadap kedaulatan Indonesia di perairan Natuna. Untuk diketahui bahwa sembilan garis titik-titik yang tercantum dalam peta buatan Tiongkok sampai detik ini tidak pernah diakui dalam UNCLOS sebagai satu-satunya hukum laut internasional yang sah. Bukankah pada tahun 2016 yang lalu dalam sengketa batas maritim di Laut China Selatan yang melibatkan Tiongkok-Filipina mahkamah arbitrase internasional memutuskan bahwa Tiongkok tidak berhak mengklaim seluruh wilayah China Selatan. Tiongkok diputuskan melanggar kedaulatan Filipina yang melakukan aktivitas di Zona Ekonomi Eksklusif Filipina seperti membangun pulau, melakukan aktivitas perikanan dan eksplorasi minyak.
Dengan bukti-bukti seperti ini, saya hanya ingin berkata: "Tiongkok, maumu apa?". Saya mendukung langkah-langkah terukur yang dilakukan para personel TNI untuk terus siaga dan menggelar operasi intensif di perairan Natuna. Kerahkan segala kemampuan dan sumberdaya militer yang kita miliki demi memastikan bahwa tidak ada satu jengkal wilayah laut Indonesia diklaim bangsa manapun termasuk Tiongkok. 

0 Response to "Tiongkok, Maumu Apa?"

Post a Comment