Sukses Menjadi Orangtua Zaman Now | Paradigma Bintang

Sukses Menjadi Orangtua Zaman Now

Menjadi orangtua di era yang serba cepat dan melimpah informasi tentu akan membuat siapapun harus bisa beradaptasi dan siap mengikuti perkembangan. Anak-anak zaman sekarang hidup di zaman milenial yang berbeda 180  derajat dengan masa orangtua mereka dahulu. Sebagai gambaran, kalau beberapa dekade sebelumnya untuk berkirim kabar orang harus menggunakan surat dan telegram, saat ini tidak lagi. Manusia dengan mudahnya bertukar berita dan informasi. Dalam satu kali sentuh/klik, kejadian yang saat ini sedang berlangsung  di belahan bumi utara, bisa diketahui dengan leluasa oleh manusia di belahan bumi selatan.

Anak-anak yang saat ini sedang polos, putih, tidak tahu menahu perihal gaya hidup dan perkembangan terkini jika tidak mendapat pendampingan yang benar maka besar kemungkinan berpotensi terseret kejamnya arus kehidupan. Massifnya globalisasi  dengan segala kecanggihan turunannya membuat anak-anak  usia emas dewasa ini bisa dengan leluasa melakukan apapun.

Ibarat pisau bermata dua, di antara mereka memang ada yang berhasil memanfaatkan produk kemajuan teknologi dengan positif. Namun ada juga yang tidak kuasa melawan godaan, berapa banyak anak zaman sekarang yang kehilangan arah, kehilangan masa depan, dan tidak tidak tahu harus bagaimana. Bukannya mereka bisa memanfaatkan kemajuan zaman, justru malah menjadi korban dari begitu bahayanya zaman kekinian karena mental mereka belum sepenuhnya siap menerima tantangan zaman yang semakin kompleks.

Menjadi Orangtua Zaman Now

Fakta telak tentang hal tersebut adalah akhir-akhir ini  tidak sedikit anak yang kecanduan gadget (gawai), sulit menjauh dari smartphone. Dari situ, tidak jarang pula kita menjumpai anak-anak yang lupa akan kewajibannya, lalai mengerjakan tugas sekolah, terseret pergaulan bebas, kecanduan konten pornografi, terjerat sindikat peredaran narkoba dan perdagangan manusia, serta tak kuasa menahan hasrat untuk selalu bermain game online.

Mari kita lihat data, menurut temuan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), anak-anak Indonesia zaman sekarang banyak  yang kecanduan gadget. Awal tahun 2018 lalu saja, 10 laporan orangtua yang masuk ke KPAI mengadukan bahwa anak mereka  kecanduan gadget.

Indikasinya bagaimana? Anak-anak susah di stop untuk tidak bermain gadget, bahkan anak cendrung marah jika disuruh berhenti main gadget. Ini masih masuk kategori sedang, ada yang lebih ekstrim lagi sebagaimana terjadi di Bondowoso Jawa Timur bahwa ada dua anak yang marah besar sampai membanting-banting benda bahkan menyakiti diri sendiri jika diminta berhenti menggunakan gadget sehingga mengakibatkan keduanya harus dirujuk ke Poli Jiwa RSUD Bondowoso (lihat https://nasional.kompas.com/read/2018/01/23/13325071/baru-dibuka-2-hari-kpai-sudah-terima-10-laporan-anak-kecanduan-gadget).  

Mari kita lihat lagi hasil penelitian yang pernah ada. Menurut riset yang dilakukan Kemkominfo dan Unicef tahun 2014 menunjukkan bahwa Indonesia berada di peringkat lima besar negara pengguna gadget terlebih smartphone. Lebih spesifik lagi, data menunjukkan bahwa pengguna aktif smartphone di Indonesia sekitar 47 juta atau 14 persen dari seluruh pengguna handphone.

Dari data tersebut, kita dapat mengetahui lagi bahwa persentase pengguna gadget dari kalangan anak-anak dan remaja cukup tinggi, di angka 79,5 persen. Mereka menggunakan gadget untuk keperluan mencari informasi, hiburan, dan berjejaring di media sosial. Sayangnya dampak negatifnya lebih besar dari dampak positifnya, menurut laporan Norton Online Famiy Report (2010) terkait survei terhadap anak-anak Indonesia usia 10-17 tahun menunjukkan bahwa 55 persen anak telah menyaksikan gambar kekerasan dan pornografi, 35 persen anak mengaku dihubungi orang yang tidak dikenal, dan 28 persen anak pernah mengalami penipuan (lihat https://m.liputan6.com/amp/2460330/anak-asuhan-gadget).

Dari fakta-fakta di atas, lantas siapa yang harus bertanggungjawab dengan pendidikan anak serta keselamatan mereka? Secara praksis, ada tiga pihak yang paling bertanggungjawab atas pendidikan anak. Keluarga, sekolah dan masyarakat (tripartit) adalah pihak-pihak yang bertanggungjawab atas pendidikan anak, baik-buruknya anak ada di tangan mereka. Namun demikian, keluarga adalah pihak pertama yang paling bertanggungjawab terkait pendidikan anak. Tulisan ini akan fokus membahas pentingnya peran keluarga dalam pendidikan anak.

Keluarga sejatinya merupakan tempat pertama anak berproses, jika dalam lingkungan keluarga anak terpantau baik, besar kemungkinan di lingkungan luar keluarga anak akan baik pula. Karena itu, menjadikan lingkungan rumah sebagai pusat pendidikan bagi anak adalah keniscayaan agar anak bisa tetap terjaga. Nah, bagaimana caranya agar rumah bisa menjadi pusat pendidikan dan tempat yang paling nyaman bagi tumbuh kembang anak? Jawabannya, orangtua sebagai ujung tombak keluarga harus mampu memastikan bahwa mereka siap  menjadi pendamping sekaligus pendengar yang baik bagi anak. Orangtua juga harus peka dengan setiap perkembangan anaknya, jangan sampai kecolongan dan baru sadar setelah semuanya terlanjur terjadi.

Orangtua yang baik adalah orangtua yang memahami pola perkembangan anaknya, karena itu melakukan pendampingan pada anak mutlak diperlukan guna memastikan bahwa anak tumbuh dan berkembang ke arah yang semestinya. Secara lebih teknis dan spesifik, dalam konteks zaman now (masa kini), orangtua dihadapkan dengan begitu banyak tantangan. Tantangan paling nampak adalah anak zaman sekarang terbiasa menggunakan telepon pintar, dengan media tersebut anak bisa leluasa mendapatkan informasi, mengakses beragam konten, dan terhubung dengan siapapun tanpa peduli apakah yang dilakukannya merupakan hal positif atau malah membuatnya celaka. Sehubungan dengan hal tersebut, orangtua mesti bijak sekaligus menguasai persoalan.

Orangtua tidak boleh gagap teknologi (gaptek), bahasa sederhananya orangtua zaman now harus bisa beradaptasi dengan peradaban mutakhir yang menuntut setiap manusia untuk terkoneksi secara cepat dan tepat. Minimal orangtua bisa memakai ponsel pintar dengan beragam fitur seperti media sosial yang jamak digunakan anak masa kini. Dari situ orangtua bisa  melacak bagaimana perilaku anaknya di media sosial, apakah cendrung mengarah ke arah positif atau sebaliknya.

Jika ternyata ada indikasi anak cendrung negatif, menggunakan ponsel pintar untuk hal-hal yang merusak dirinya, orangtua harus bersikap tegas. Wujudnya, orangtua harus menyita ponsel pintar yang digunakan anak dan menangguhkan pemakaiannya sampai ada komitmen jelas dari sang anak untuk benar-benar menggunakan gawai dan fitur-fitur di dalamnya secara tepat sasaran, hanya untuk hal-hal yang bersifat positif dan membangun. Jika tidak dipenuhi, orangtua bisa lebih tegas lagi, melarang anak untuk menggunakan gawai secara permanen.

Lebih dari itu, orangtua juga harus bisa mendampingi anak mampu menggunakan gawai untuk menunjang perkembangan anak. Seperti misalnya, orangtua mengajak anak untuk melakukan browsing terhadap link, situs, channel yang memuat konten produktif, seperti info beasiswa, lomba-lomba, bahan literatur penunjang pelajaran di sekolah, update berita pendidikan, ensiklopedia, pengetahuan umum, dan sebagainya. Saya optimis, jika orangtua mampu menjadi pendamping yang baik, anak-anak tidak akan terpengaruh arus masa kekinian. Anak-anak justru akan tumbuh menjadi pribadi yang bijak, cakap, berdaya saing, dan siap menjawab tantangan zaman. Saya sepakat dengan pendapat Galuh Kresno Nurprabowo dalam artikelnya yang berjudul "Anak Kecanduan Gawai? Begini Solusinya" bahwa tanpa pendampingan anak rentan menggunakan gawai untuk hal-hal negatif (lihat https://sahabatkeluarga.kemdikbud.go.id/m/index.php?r=tpost/xview&id=4704).

Anak-anak yang bermasalah, tidak bisa menjadi pribadi yang mampu memanfaatkan produk kecanggihan zaman now dalam analisa saya karena mereka tidak mendapatkan kontrol dan pendampingan yang baik dari orangtua, anak mau bertingkah apa saja dibiarkan, mau berbuat apapun diabaikan. Di sinilah pendampingan orangtua itu mutlak diperlukan, orangtua harus berani melakukan intervensi kepada anak, jangan biarkan mereka tumbuh ke arah yang tidak semestinya.

Anak-anak adalah aset berharga bagi masa depan kehidupan, tidak saja bagi orangtua, tapi juga bagi agama, bangsa, dan negara. Jika di usia dini saja anak-anak sudah rusak, mentalnya terisi dengan hal-hal negatif yang tidak menunjang tumbuh kembangnya di kemudian hari, apa jadinya masa depan mereka? Saatnya menjadi orangtua masa kini yang sukses mendidik anak, mengorbitkan anak menjadi manusia berprestasi dan berdayaguna.

#sahabatkeluarga
#pendidikan keluarga

0 Response to "Sukses Menjadi Orangtua Zaman Now"

Post a Comment