MEA Butuh Konektivitas | Paradigma Bintang

MEA Butuh Konektivitas


Seiring dengan sudah berjalannya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), praktis perputaran roda perekonomian warga ASEAN harus semakin lancar dan berkembang. Dalam pakem ekonomi, ia akan mengalami pertumbuhan, perkembangan dan kemajuan jika didukung oleh sarana prasarana yang memadai. Demikian pula dengan project mercusuar MEA, jelas membutuhkan konektivitas (keterhubungan) yang berkualitas demi menunjang kelancaran kegiatan perekonomian warga ASEAN. Secara geografis, negara-negara ASEAN terbagi menjadi dua, yaitu di bagian barat ASEAN cendrung continental, Thailand, Vietnam, Kamboja, Laos, Myanmar termasuk dalam kelompok ini. Sementara di bagian timur ASEAN cendrung archipelagic dan coastal (kepulauan dan pantai). Indonesia, Malaysia, Filipina, Brunei termasuk kategori ini.

Guna merealisasikan MEA yang semakin terintegrasi, warga ASEAN mutlak butuh konektivitas yang bisa menghubungkan satu sama lain. Misalnya, masyarakat pelaku usaha di Kalimatan Utara ingin memasarkan produknya di Brunei atau di Sabah Malaysia, tentu kalau konektivitas ASEAN sudah terbangun akan sangat membantu pengusaha tersebut mengirimkan barangnya ke negara tujuan. Apa saja wujud konektivitas yang dimaksud? Bisa berupa infrastruktur jalan yang bagus, pelabuhan, rel kereta api, jembatan penghubung dan sebagainya. 

Menurut data yang ada, pada tahun 2015 kemarin Proyek Jaringan Kelistrikan (Project Interconnection Power) akan selesai dibangun untuk menghubungkan jaringan listrik di antara Kalimantan Barat, Indonesia dengan Sarawak, Malaysia. Demikian pada tahun 2020, Jalur Kereta Api Singapura-Kunming (Singapore-Kunming Rail Link) ditargetkan sudah bisa beroperasi dan menghubungkan Singapura, Malaysia, Thailand, Kamboja, Vietnam, dan Myanmar. Proyek-proyek besar ini tercantum dalam Master Plan on ASEAN Connectivity (MPAC) yang disepakati oleh para Kepala Negara ASEAN. Secara garis besar, MPAC memuat tiga pilar konektivitas ASEAN, antara lain : pembangunan infrastruktur fisik, efektivitas kelembagaan, mekanisme dan proses, dan permberdayaan manusia. 

Beberapa upaya lain yang sudah direalisasikan dalam rangka mempercepat pembangunan konektivitas ASEAN adalah dibentuknya Brunei Darussalam-Indonesia-Malaysia-Philippines East ASEAN Growth Area (BIMP-EAGA), Indonesia-Malaysia-Thailand Growth Triangle (IMT-GT), Greater Mekong Sub Region. Adapun aksi riil untuk percepatan pembangunan konektivitas di atas berupa dirintisnya ASEAN Highway Network, penguatan 47 pelabuhan laut ASEAN, Jaringan Internet ASEAN (ASEAN Broadband Corridor), jaringan listrik ASEAN (ASEAN Power Grid), dan kesepakatan untuk mengurangi biaya dan mendorong arus pergerakan kendaraan, barang, dan jasa (ASEAN Framework Agreement on the facilitation of goods in transit, facilitation on inter-state transport, and multimodal transport). 

Saya sangat salut dengan Vietnam dan Laos yang pada tahun 2015 kemarin secara resmi telah mengoperasikan sistem pengawasan single stop di perbatasan Bao-Dansavanh, Laos yang bertujuan untuk memfasilitasi perdagangan termasuk ke negara lain yang tergabung dalam East-West Corridor seperti Thailand dan Myanmar. Inilah era baru ASEAN yang memungkinkan warga ASEAN semakin terhubung dan terintegrasi. Kita harapkan kedepan konektivitas ASEAN semakin marak sehingga integrasi kawasan benar-benar menjadikan warga ASEAN bangga memiliki satu identitas dan visi besar yaitu sebagai Masyarakat ASEAN. Semoga! 

0 Response to "MEA Butuh Konektivitas"

Post a Comment