Israel-Iran untuk kesekian kalinya terlibat perang terbuka
yang sangat mematikan. Kedua negara kini dalam kecamuk perang sengit. Keduanya saling
melancarkan serangan udara ke basis wilayah teritori masing-masing. Perang brutal
Israel-Iran ini pada dasarnya dipicu oleh serangan mendadak Israel pada Jum`at,
13 Juni 2025 ke fasilitas nuklir yang berbasis di Natanz dan Isfahan Teheran yang
diyakini Israel menjadi tempat Iran memproduksi senjata nuklir.
Israel menggunakan waktu
malam hari guna melancarkan serangan udara membabi buta ke wilayah Iran. Dengan
menggunakan pesawat tempur canggih seperti F15, F16, F35, Israel melancarkan operasi
serangan udara ke wilayah Iran. Operasi tempur yang diberi nama The Rising Lion
ini sedikitnya menewaskan 78 warga Iran termasuk personil militer senior mereka,
dan 320 warga sipil Iran mengalami luka-luka (Reuters, 14 Juni 2025).
![]() |
Sumber: Reuters |
Serangan Israel ini kemudian direspon Iran dengan melakukan
balasan yang tidak kalah mematikan. Iran lalu meluncurkan ratusan rudal
balistik dan drone ke wilayah Israel. Kota seperti Tel Aviv dan Haifa di Israel
menjadi sasaran empuk serangan udara Iran. 13 warga Israel dilaporkan tewas akibat serangan Iran (CBC
News, 15 Juni 2025).
Fenomena perang Israel-Iran ini secara fakta terjadi setelah
Badan Energi Atom Internasional (IAEA) mengumumkan bahwa untuk pertama kalinya
dalam 20 tahun, Iran telah melakukan pelanggaran dengan tidak memenuhi
kewajiban program nuklir nonproliferasi mereka. IAEA menuding Iran gagal
memberikan jawaban lengkap kepada IAEA berkenaan dengan bahan nuklir yang tidak
diumumkan beserta program nuklir turunan mereka. Sikap Iran ini dinilai IAEA sebagai
ketidakpatuhan. Lebih lanjut, keputusan IAEA tersebut juga menyatakan
keprihatinan terkait persediaan uranium yang diperkaya Iran serta diyakini
dapat digunakan untuk membuat bahan bakar reaktor dan juga senjata nuklir.
Resolusi IAEA ini didukung oleh 19 negara dari 35 negara anggota IAEA (BBC,
12 Juni 2025).
Lebih dari itu, serangan Israel terhadap Iran terjadi menjelang
diadakannya perundingan lanjutan antara pihak Amerika Serikat dan Iran guna
membahas solusi program nuklir Iran yang menurut rencana akan digelar pada
Minggu, 15 Juni 2025. Namun demikian, rencana tersebut rupanya gagal total
akibat ulah serangan Israel. Aksi ini dalam konteks geo-strategis dikenal
sebagai serangan yang harus dilakukan untuk mendahului terjadinya serangan dari
pihak pengancam (preemptive strike).
Setelah berkoordinasi dengan pihak AS dan meski AS kemudian
mengklaim tidak ikut terlibat dalam serangan Israel ke Iran, Israel memutuskan
melancarkan serangan terhadap Iran yang dianggap sebagai ancaman serius karena
terus berambisi memiliki senjata nuklir. Tidak berlebihan jika Israel
menargetkan fasilitas-fasilitas nuklir Iran, komandan militer, dan
ilmuwan-ilmuwan nuklir Iran dalam aksi serangan mereka ke Iran. Semuanya
berlangsung sesuai rencana Israel. 20 komandan militer Iran terbunuh, 6 ilmuwan
nuklir Iran juga terbunuh, termasuk di dalamnya Mayor Jenderal Mohammad Bagheri
dan Kepala Garda Revolusi Iran Hossein Salami. Semuanya menjadi martir.
Perang Israel-Iran ini tak pelak membuat kawasan Timur Tengah
menjadi tak menentu, konflik keduanya dikhawatirkan bereskalasi menjadi perang
kawasan skala penuh dengan melibatkan pihak-pihak (layer) lain di luar kedua
negara sehingga membuat pelik masa depan kawasan dan bahkan dunia. Alhasil, dua
hari setelah Israel-Iran saling serang, perekonomian internasional sangat
terdampak. Harga emas dunia kembali melonjak naik 1.6 persen menjadi 3.437 dollar
AS per ounce, harga minyak mentah dunia juga terdampak naik 7 persen menjadi 74.23
dollar AS per barrel. Pada waktu bersamaan, dollar AS menguat menguat 0,3%
menjadi 143,88 terhadap yen Jepang dan naik 0,1% menjadi 0,8110-franc terhadap
mata uang Swiss (Reuters, 14 Juni 2025).
Di tengah gentingnya kondisi kawasan Timur Tengah akibat
perang panas Israel-Iran, muncul kekhawatiran di kalangan analis bahwa harga
minyak dunia akan terus merangkak naik hingga mencapai 80 sampai 100 per dollar
AS jika Israel menyerang ladang produksi dan ekspor minyak Iran. Jika hal ini
terjadi, maka dapat dipastikan ekonomi global akan otomatis terdampak yang
berwujud pada naiknya harga barang-barang konsumsi masyarakat global. Prediksi negatif
seperti ini tentu kita harapkan tidak terjadi sehingga masyarakat dunia
terhindar dari kesengsaraan akibat menanggung getah perang Israel-Iran.
Sebagai analis hubungan internasional, penulis memandang aksi
sepihak Israel menyerang Iran tentu tidak dapat dibenarkan apa pun alasannya. Iran
memang dinilai IAEA melanggar ketentuan rezim nonproliferasi. Namun, Israel
tidak berhak melakukan aksi biadab dengan menyerang kedaulatan Iran. Secara de
jure, Israel telah melanggar norma hukum internasional dan Piagam
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang kewajiban bagi setiap negara anggota
PBB untuk menghormati integritas teritorial negara anggota PBB lainnya. Hal ini
tertuang dalam Piagam PBB Bab I Pasal 4 ayat 2 tentang Tujuan dan Prinsip yang
berbunyi,
“Semua Anggota harus menahan diri dalam hubungan
internasional mereka dari ancaman atau penggunaan kekuatan terhadap integritas
teritorial atau kemerdekaan politik negara mana pun, atau dengan cara lain yang
tidak sesuai dengan Tujuan Perserikatan Bangsa-Bangsa.”
Dan karena telah diserang terlebih dahulu oleh Israel, maka
berdasarkan norma hukum internasional, Iran dapat melakukan aksi membela diri,
misal melakukan serangan balasan terhadap Israel. Hal ini sesuai dengan Pasal
51 Piagam PBB yang berbunyi,
"Tidak ada satu pun dalam Piagam ini yang dapat
mengurangi hak yang melekat pada pembelaan diri perorangan atau kolektif
apabila terjadi serangan bersenjata terhadap suatu Anggota Perserikatan
Bangsa-Bangsa, hingga Dewan Keamanan telah mengambil langkah-langkah yang
diperlukan untuk memelihara perdamaian dan keamanan internasional.
Langkah-langkah yang diambil oleh Anggota dalam pelaksanaan hak membela diri
ini harus segera dilaporkan kepada Dewan Keamanan dan tidak akan dengan cara
apapun mempengaruhi kewenangan dan tanggung jawab Dewan Keamanan berdasarkan
Piagam ini untuk mengambil tindakan yang dianggap perlu untuk memelihara atau
memulihkan perdamaian dan keamanan internasional."
Dengan fakta telak bahwa Israel telah berulangkali melanggar
hukum internasional, apakah Pengadilan Internasional di bawah naungan PBB yang
berbasis di Den Haag, Belanda dapat menghukum Israel? Rasanya tidak, Israel
akan dibiarkan tak tersentuh meski secara telak negeri zionis tersebut
benar-benar telah menabrak tata hukum internasional. Kita dapat melihat
bagaimana aksi genosida nyata-nyata dilakukan Israel di Gaza Palestina dan
pengadilan internasional jelas-jelas memutus Iran telah melanggar hukum humaniter
internasional. Namun, hingga kini Israel tidak mendapat sanksi serta hukuman
yang setimpal.
Ketidaktegasan pengadilan internasional, seringnya Dewan Keamanan (DK) PBB melakukan basa-basi politik tanpa aksi konkret yang tegas serta terukur akan terus menjustifikasi Israel melakukan tindakan premanisme barbar di kawasan Timur Tengah. Dan jika ini terjadi, maka Timur Tengah akan terus dilanda instabilitas, huru-hara, dan chaos. Negara-negara Islam Timur Tengah yang anti-Israel akan terus menggelorakan perlawanan terhadap Israel dan kelompok-kelompok militan radikal baik disponsori negara atau tidak disponsori negara akan terus tumbuh sepanjang Israel berlaku sewenang-wenang. Dengan begini, maka masihkah kita berharap Timur Tengah akan baik-baik saja atau malah semakin suram?
0 Response to "Perang Panas Iran-Israel dan Suramnya Masa Depan Timur Tengah"
Post a Comment